Om Bertenaga Kuda

Cerita Sex Pembantu | Perkenalkan namaku Nia, umurku saat ini 24 tahun. Karena kebutuhan ekonomi yang semakin
lama semakin banyak dan kehidupanku yang glamor yang membuatku bekerja sebagai wanita
panggilan. Namun aku hanya memilih melayani para bos-bos saja, baik muda ataupun tua gak
masalah karena aku hanya menginginkan uangnya saja.

Aku sudah menjalani profesiku ini sekitar 4 tahun dan selama itu juga aku belum merasakan
yang bisa memuaskan hasratku, mungkin karena yang aku layani adalah om-om yang kebanyakan
usianya sudah tua, makanya bener seperti pepatah, nafsu kuda tenaga ayam, hehe…
Suatu siang aku mendapatkan telpon dari seorang laki-laki yang memesanku siang itu juga
saat jam istiahat kantor. Aku dikasih alamat sebuah hotel berbintang 5 oleh sang penelpon.
Aku langsung berdandan dan tak lama aku lansgung meluncur ke hotel berbintang 5 tersebut.
Sampai disana aku sudah dtinggu oleh seseorang dilobby.
“Halo, Selamat Siang, ini Nia?” Tanya suara dengan nada berat.
“Siang, betul saya sendiri, ini siapa?” tanyaku balik, padahal hanya GM dan tamuku saja
yang tahu keberadaanku.
“Bapak sebentar lagi nyampe, mungkin 15 menit lagi, kamu santai aja dulu menunggu beliau”
“Siap Boss ” jawabku santai, kubatalkan acara ke kamar mandi.

Sambil menunggu kedatangannya, kurapikan make up yang agak berantakan selama perjalanan di
pesawat. Ternyata tak sampai 15 menit bel kamar berbunyi, segera kusambut kedatangan
beliau yang katanya pejabat tinggi itu. Didampingi seorang ajudan dan orang yang
menjemputku tadi, masuklah bapak pejabat itu, segera kukenali bahwa dia adalah seorang
pejabat yang masih aktif pada sebuah departemen yang cukup disegani, namanya sebut saja Om
Boby.
“Bapak tidak punya waktu, temani dia dengan baik, oke” pesan yang sama kuterima lagi,
“Beres Boss” jawabku singkat, karena dia bukanlah pejabat tinggi yang pertama kali
kulayani, jadi tak ada rasa canggung atau minder berhadapan dengan beliau.
“Pak kita di lobby, kalau ada apa apa just call me” katanya pada Om Boby lalu mereka
meninggalkanku berdua.

Aku maklum, sebagai seorang pejabat tentu acaranya sangat padat tapi masih sempat juga dia
meluangkan waktu untuk kesenangan dunia yang satu ini. Kami mengobrol ringan, biasa
sekedar menghilangkan kekakuan pada orang yang pertama kali bertemu. Seperempat jam
berlalu, Om Boby sudah menggeser duduknya di sebelahku, kusandarkan kepalaku di pundaknya,
beliau membalas dengan rangkulan dan elusan di rambut.
“Kulepas dulu ya Om, biar nggak terlalu ribet dan lebih santai” kataku sembari melepas
blazer hitam yang menutupi tubuhku.

Sesuai pesan dari GM yang membooking, aku diminta mengenakan pakaian resmi seperti orang
kantoran, biar nggak terlalu mencolok, katanya. Kuturuti permintaannya, kukenakan setelan
Blus merah tanpa lengan dipadu dengan rok hitam yang sedikit di atas lutut, Blazer hitam
menutupi bagian atasku ditambah stocking sewarna kulit menghiasi kakiku.
Om Boby menarikku dalam pangkuannya, diciuminya pipi dan leher jenjangku, tangannya sudah
menggerayang di daerah dada, meraba dengan remasan ringan. Kami berciuman, tangan beliau
sudah menyelinap di balik blus merahku, remasannya semakin keras. Aku merosot dari
pangkuannya, berlutut diantara kakinya, sengaja kugoda dengan membuka resliting celananya
dan kukeluarkan kejantanan yang sudah tegang mengeras. Tidak ada yang special, sama dengan
umumnya tapi not so bad untuk seusia beliau, kuremas dan kupermainkan jari jemariku pada
penisnya, beliau mulai mendesis, matanya melototi tanganku yang putih terampil bermain di
penis coklatnya.
“Masukin” perintah beliau pelan tapi tegas seperti memerintah anak buahnya, agak ragu aku
melakukannya, apalagi dengan penis yang coklat kehitaman, terkesan kurang bersih.

Melihat keraguanku, Om Boby memegang kepalaku, ditekannya ke arah penis hingga wajahku
menempel di selangkangannya. Sambil mengumpat dalam hati aku hanya tersenyum manja
mendapat perlakuannya, bukan sekali ini kualami perlakuan kasar dan sok kuasa dari tamuku,
mentang mentang aku dibayar, semua kupendam dalam dalam, anggap saja sebagai resiko
pekerjaan.
“Lepas dulu bajunya om, ntar kusut” kucoba mengalihkan perhatian dengan mencopot baju
safarinya.

Sesaat aku terbebas dari tekanannya, kulepas baju dan celananya sekaligus, akupun ikutan
melepas blus dan rok-ku, menyisakan bikini merah tua dan stocking.

Kucoba menarik perhatiannya dengan menonjolkan keseksian tubuhku, dengan gerakan erotis
satu persatu kulepas sisa sisa penutup tubuhku, tali bra merosot ke lengan, perlahan
kuturunkan dan kulepas hingga terpampanglah kedua bukit indahku, celoteh kekaguman keluar
dari mulut beliau. Aku sengaja ingin membuatnya terpesona akan kemolekanku, supaya
terhindar dari paksaan permainannya, bagiku lebih baik dia yang aktif menikmati tubuhku
dari pada aku harus terjebak alur permainan yang tidak aku sukai, apalagi dengan beliau
yang usianya lebih tua dari Papaku.
Bra yang sudah terlepas kulempar ke muka beliau, dia tersenyum saja, saat kusodorkan kedua
buah dadaku di hadapannya, tangannya langsung meraih dan meremas remas gemas sambil
mempermainkan putingku. Langsung kuraih kepalanya yang agak botak dan kubenamkan di dada,
beliau menuruti kemauanku, lidahnya menjilati putingku secara bergantian lalu mengulum
dengan penuh nafsu.
Tangannya yang mulai menjelajah di selangkanganku kutepis halus, belum waktunya, bisikku.
Aku kembali menjauh melanjutkan gerakan menggoda, pelan pelan kulorotkan celana dalam mini
yang masih menempel, tapi sebelum benar benar terlepas Om Boby menerkamku, hamper terjatuh
aku dibuatnya, untung dengan sigap beliau menangkap tubuhku, dan kamipun terjatuh di
ranjang sambil tertawa lepas. Kami berangkulan bergulingan di ranjang, beliau melumat
bibirku dengan ganas. Aku menggelinjang geli ketika ciumannya menyusuri leher dan dadaku,
kuluman kasar penuh nafsu bermain main di puncak bukitku, terasa agak nyeri dengan
kekasarannya.
Kubiarkan dia menjamah seluruh tubuhku dengan bibir, lidah dan tangannya, bahkan ketika
dua hingga jari tangannya mengocok vaginaku, akupun hanya mendesah pasrah menerimanya.
Beberapa kali turun naik dari kepala hingga kaki dia menjelajah seluruh tubuhku, termasuk
punggung dan pantat, sepertinya tak ada sejengkalpun tubuhku yang terlepas dari
jamahannya, tak kusadari kalau stockingku sudah tidak berada ditempatnya.
Puas menikmati tubuhku, kutuntun penisnya ke selangkangan, tanpa usapan pemanasan beliau
langsung melesakkan kejantanannya ke liang senggamaku. Aku tersentak kaget dengan
kekasarannya, tapi tak berlangsung lama saat Om Boby mulai kocokannya dengan tempo tinggi.
Kejengkelanku perlahan lahan berubah menjadi kenikmatan beberapa menit kemudian, ternyata
alunan permainannya berhasil membuaiku mengarungi lautan nikmat bersama sama, desahankupun
mulai terdengar penuh gairah.
Kuangkat kedua kakiku yang masih bersepatu ke pundaknya, beliau tersenyum sambil
mempercepat sodokannya, aku menggeliat nikmat seraya meremas remas buah dadaku sendiri.
Belum sempat aku menggapai puncak kenikmatanku, ketika Om Boby tanpa tanda tanda langsung
menyemprotkan spermanya ke vaginaku, kurasakan cairan hangat membasahi dan memenuhi liang
senggamaku, ada sedikit kecewa tapi bukanlah hakku untuk menuntut lebih. Kuraih penisnya
saat ditarik dari vaginaku, dengan mengabaikan rasa jijik kukocok dengan tanganku, beliau
menjerit geli, lalu kuusapkan ke buah dadaku.

“Kamu memang nakal dan pandai menggoda orang” komentarnya, aku hanya senyum senyum saja
seraya beranjak ke kamar mandi membersihkan diri.

Ketika aku keluar, Om Boby sudah berpakaian rapi bersiap untuk pergi.

“Lho kok buru buru sih om, kan masih belum jam satu” aku merajuk bergelayut di lengannya
menggandeng duduk kembali di sofa.

Masih telanjang kutemani beliau menghabiskan waktu hingga jam satu, masih 20 menit lagi,
meski aku tidak terlalu menikmati bercinta dengannya, tapi sudah tugas pekerjaanku untuk
membuatnya merasa perkasa dan dibutuhkan. Dua batang rokok sudah beliau habiskan sambil
ngobrol, mendekati pukul satu tanganku menggerayangi selangkangannya, sudah kembali
tegang, apalagi melihat aku yang selalu telanjang disampingnya.

“Sekali lagi ya om,” rayuku seolah aku ketagihan dan minta lagi.
“Jangan waktu kembali ke kantor” tolaknya tanpa berusaha menghentikan tanganku yang
membuka resliting dan mengeluarkan penisnya. Matanya terpejam ketika tanganku mengocoknya.
“Sebentar aja ya om” kataku, tanpa menunggu jawabannya aku lansung ambil posisi di
pangkuannya, kami saling berhadapan.

Kubasahi penisnya dengan ludahku, begitu tubuhku turun, kembali penisnya amblas dalam
vaginaku. Aku diam sesaat mengamati expresi kenikmatan yang terpancar diwajah beliau,
kupeluk kepalanya dan kutempelkan di antara buah dadaku.

Pantatku bergerak maju mundur mengocok penisnya, beliau mendesah, semakin cepat
goyanganku, semakin deras desahannya. Beliau membalas dengan sedotan kuat pada putingku
bergantian. Goyanganku makin cepat bervariasi, maju mundur lalu berputar kemudian berbalik
arah, dan tak lebih dari lima menit beliau sudah mengerang orgasme, tubuhnya kaku
mencengkeram pantatku, kurasakan denyutan yang tak sekeras sebelumnya, hanya enam denyutan
lalu menghilang. Aku masih belum beranjak dari pangkuannya hingga napasnya normal kembali,
dengan hati hati aku turun supaya tidak ada sperma yang tercecer ke pakaiannya, tapi tetap
saja beberapa tetes keluar mengenai celananya, beliah hanya tersenyum menepuk pantatku.

“Kamu memang nakal” katanya sambil mencubit kedua pipiku.
“Udah dulu ya, ntar om terlambat ke kantor ” kataku menggoda saat membersihkan penis dan
kukecup lalu memasukkan kembali ke celananya.

Kuperiksa kerapihan pakaiannya sebelum meninggalkan kamar.

“See you nanti sore selepas jam kantor” katanya sehabis mengecup bibirku dan keluar kamar.
“Dasar si tua tak tahu diri” gerutuku sepeninggal beliau.

Kuhabiskan setengah harian di kamar tanpa keluar, menunggu kedatangan Om Boby nanti sore,
makan siang kupesan dari Room Service. Setelah mandi membersihkan diri, kurebahkan tubuhku
di ranjang hingga tertidur. Tapi tidurku tak bisa nyenyak, lebih dari 4 kali Om Boby
maupun suruhannya meneleponku, baik melalui HP maupun ke hotel, sekedar menanyakan apakah
sudah makan atau apakah ingin jalan atau pertanyaan lainnya yang menunjukkan perhatiannya.
Namun semua itu bagiku adalah cerminan ketidak percayaan padaku, mungkin mereka mengira
kalau aku akan pergi menerima tamu lainnya selama Om Boby tak ada. Tentu saja aku tak
pernah melakukan itu, aku harus bersikap professional dan loyal pada tamu yang sudah mem-
booking.

Setengah jam sebelum pukul lima sore, aku bersiap menyambutnya, kukenakan lingerie hitam
yang sexy tanpa bra dan bikini lagi, sungguh kontras dengan kulit putihku. Aku ingin
memberinya kejutan saat beliau masuk ke kamar ini. Tepat jam lima sore Om Boby sudah
berada kembali di kamar ini, rupanya dia tidak mau membuang waktu dengan percuma, begitu
jam kerja berakhir lansung meluncur ke hotel yang letaknya hanya 10-15 menit perjalanan.
Sorot kekaguman dan sejuta pujian langsung terucap melihat penampilanku yang begitu erotis
dan menantang, kulihat beliau menelan ludah seperti kucing yang melihat ikan siap santap
di atas meja.

Om Boby langsung memelukku, dengan sepatu hak tinggi yang kukenakan, relative aku lebih
tinggi, bibir beliau yang berada tepat di leherku segera beraksi, menciumi leher dan bahu
hingga lengan. Sambil bersandar di dinding, kubiarkan Om Boby menyusuri seluruh lekuk
tubuhku dengan bibir dan lidahnya, tangannya bergerilya menjarah di daerah selangkangan
dan jarinya langsung menyelinap di liang kenikmatanku yang tidak mengenakan celana dalam.
Kubuka kakiku lebih lebar, aku ingin menikmati bagaimana kepala Pak Menteri yang terhormat
berada di selangkanganku, moment itulah yang paling aku sukai kalau melayani pejabat
tinggi.

Om Boby dengan rakus melahap kedua buah dadaku, disedot dengan kuatnya, aku menggelinjang
geli. Begitu bernafsunya beliau mengulum hingga tubuhku terdorong ke belakang, terduduk di
meja sebelah TV. Ciuman Om Boby sudah berpindah ke paha, lingerie yang kukenakan tak
diijinkan dilepas meski sudah acak acakan menempel di tubuhku. Moment yang kutunggu dari
tadi kian dekat, semakin menjadi kenyataan saat beliau mulai menjilati klitoris dan bibir
vaginaku. Kubentangkan kakiku semakin lebar, semakin masuk pula kepala beliau di
selangkanganku.

Lingerie yang dari tadi tersingkap di perut kututupkan di atas kepala beliau, hingga hanya
tampak badannya saja sementara kepalanya berada di selangkanganku tertutup lingerie. Entah
sudah puas atau pengap berada di selangkanganku, beliau menarik kepalanya keluar, baru
kusadari kalau aku belum melakukan sesuatu pada beliau, masih rapi tertutup baju
safarinya.

Aku tersenyum memandang wajahnya yang kemerahan dilanda nafsu, hidungnya kembang kempis
seakan ingin menelanku bulat bulat. Sembari membuka resliting celana aku mengecup dahi
botaknya, kukeluarkan penisnya yang telah keras menegang dan kutuntun ke arah gerbang
surga dunia. Berbeda dengan tadi siang, kali ini beliau begitu romantis dan penuh perasaan
melesakkan penisnya menyusuri liang sempit dan basahku sambil kami tetap berciuman bibir.

Penisnya keluar masuk vaginaku pelan pelan, seakan ingin menikmati setiap detik dan setiap
kenikmatan yang timbul, tangan beliaupun pelan meraba dan mengelus buah dadaku, tak ada
kekerasan dalam irama permainannya. Lima menit berlalu dalam tempo romantis, satu persatu
kulepas pakaiannya tanpa menghentikan permainan kami, lingerie masih menempel di tubuhku
meskipun praktis tak karuan lagi letaknya.

Kami berganti posisi setelah beliau akhirnya melepas lingerieku, menyisakan stocking hitam
dan sepatu, dari belakang sama sama berdiri menghadap cermin, aku dikocok masih dengan
tempo lamban. Dari pantulan cermin bisa kulihat expresi kepuasannya saat bercinta, beliau
selalu menyibakkan rambutku apabila menghalangi wajahku dari cermin. Kami seakan melihat
adegan sex di layar cermin dengan peranan diri sendiri, mungkin ini menambah erotis beliau
bisa melihat bagaimana menyetubuhi gadis muda secantik aku. Sebaliknya dengan aku yang
selalu menutup mata rapat rapat saat beliau menengadahkan wajahku ke arah cermin, malu aku
melihat diriku sendiri sedang disetubuhi laki laki seusia Papaku, bahkan mungkin lebih
tua.

Tiba tiba Om Boby menghentakku keras disusul denyutan kuat dari kejantanannya menghantam
dinding dinding vaginaku, aku kaget, menggeliat dan menjerit, tak menyangka beliau
mengakhiri dengan sentakan kuat seperti itu, membanjiri vaginaku dengan sperma hangatnya,
tangannya mencengkeram buah dadaku dengan kuatnya, terasa sedikit sakit. Beberapa detik
setelah itu kami terdiam dalam posisi tetap kecuali tangannya yang beralih membelai
punggung dan rambutku, beliau masih menikmati pemandangan kami di cermin.

“Kamu memang hot dan pintar” katanya sambil mencabut kejantanannya.

Aku berbalik, kuraih kejantanannya yang mulai lemas lalu kuusap usapkan ke tubuhku, aku
tahu dari pengalaman bahwa banyak laki laki menyukai hal ini.

“Bapak juga hebat, bisa lama seperti itu” jawabku menghibur dan memang untuk ukuran seusia
beliau bercinta 10 menit sudah merupakan hal yang hebat, biasanya malah kurang dari 5
menit, cuma besar di nafsu saja.

Kami menghabiskan sore hingga malam dengan penuh gairah, Kulayani Om Boby 2 babak lagi,
meski masing masing tidak pernah lebih dari 10 menit, sebelum akhirnya beliau
meninggalkanku kembali ke istrinya lewat tengah malam.

“Besok pagi aku akan datang sebelum kamu kembali ke Surabaya” pesannya sebelum
meninggalkanku, aku hanya tersenyum mendengar kerakusannya.

Aku tak tahu bagaimana beliau menghindari sorotan orang atas keberadaannya di hotel, tapi
aku yakin beliau sudah biasa melakukan dan sudah punya cara sendiri untuk menghindar.
Sampai aku check out siang hari, ternyata beliau tidak pernah datang menemuiku, entah apa
yang terjadi, mungkin ada acara mendadak. Tak ada sesal sama sekali atas ketidak
hadirannya, justru aku bersukur tak harus melayani nafsu si tua itu lagi.

Selama melayani beliau beberapa babak, dari siang hingga tengah malam, aku tak pernah
mendapat orgasme sekalipun, tapi aku tak kecewa apalagi menyesalinya, toh semua itu bagian
dari pekerjaanku. Orang suruhan GM-pun tak pernah nongol atau menelpon, akupun berangkat
sendiri ke Cengkareng tanpa ada orang lagi yang memperhatikan seperti kemarin, apalagi
tiket pulang pergi masih ditangan, jadi bukanlah masalah besar bagiku. Yang penting semua
pembayaran jasaku telah ditransfer sebelum keberangkatanku ke Jakarta. Itulah manusia,
setelah selesai yang dikehendaki langsung melupakan lainnya,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts