LKTCP WAYANG ORANG 2020

Sampurasun!

Pertama-tama saya ucapkan banyak terimakasih kepada para suhu dan admin semprot yang senantiasa mengelola dan meramaikan forum tercinta ini, tak lupa juga saya ucapkan banyak terimakasih pada para panitia dan para donatur yang sudah berkontribusi hingga terlaksananya LKTCP 2020 Edisi Fresh Meat, yang merupakan sebuah apresiasi kepada para penulis yang senantiasa selalu ikut meramaikan forum tercinta kita.

Ucapan terimakasih juga saya alamatkan kepada para meastro penghuni forum, yang karya-karya luar biasanya bisa membuka wawasan dan imajinasi saya dalam menulis cerita.

Cerita yang saya sajikan hanyalah karangan fiksi semata, jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat kejadian hanyalah kebetulan semata tanpa ada unsur kesengajaan, harapan saya semoga saya bisa ikut meramaiakan gelaran LKTCP 2020 ini, dan semoga cerita saya bisa diterima oleh para suhu penghuni forum semprot, jikapun menjadi pemenang itu hanya bonus yang menyenangkan hehehe.

Saya menyadari tak ada karya yang sempurna, maka kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan tulisan saya sangat saya tunggu.

Akhir kata saya ucapkan, Selamat menikmati!

[LKTCP] WAYANG ORANG [2020]

Apa yang akan kamu lakukan jika dihadapkan pada dua buah pilihan yang sulit?

Apa yang akan kamu korbankan jika harus memilih antar kerjaan atau keluarga? antara uang atau cinta?

Apakah kamu rela mengorbankan orang yang kamu cintai demi uang?

Apa yang kamu lakukan jika orang yang kamu cintai rela berkorban demi uang dan demi kamu?

***
Kamu kenapa say, kayanya kusut banget? Sapa istriku Rani, sambil meletakan secangkir teh, dilantai keramik.

Yah, di rumahku memang tidak ada meja, apalagi kursi sofa, hanya ada kasur dan beberpa peralatan dapur, itupun bukan rumah sendiri, karena aku masih ngontrak.

Sebelumnya perekenalkan namaku Tyo Praseto, umur 24 tahun, baru sekitar dua bulan yang lalu aku menikah dengan Rani yang terpaut usia tiga tahun lebih muda dariku. Sebenarnya aku belum siap menikah karena dari segi ekonomi aku belum mapan, malah aku masih kuliah semester akhir, namun terbengkalai karena aku harus fokus mencari uang.

Ranipun demikian, dia terpaksa cuti dari kuliahnya entah sampai kapan? karena orang tuanya sudah tidak mau lagi membiayai. Semua itu gara-gara hal bodoh yang kami lakukan beberapa bulan yang lalu, kami ke gap orang tua Rani saat sedang asik bercinta dirumahnya, sumpah itu pengalaman paling pahit dalam hidupku, pastinya juga Rani.

Bagaimana tidak, Ayah Rani menemukan kami dalam kondisi telanjang bulat diruang keluarga rumahnya, parahanya aku sedang menggenjot lubang nikmat anaknya. Ayah mana yang tak naik pitam, saat melihat anak gadis kesayangannya sedang di gagahi oleh orang yang belum sah menjadi suami, beruntung aku tidak dihajar atau diarak masa.

Masa muda memang gila, apalagi saat nafsu sudah merajai terkadang logika dan kewarasan hilang begitu saja, seperti yang terjadi pada kami saat itu, dan sayangnya penyesalan selalu datang terlambat.

Setelah menikahkan anaknya denganku lewat acara pernikahan yang alakadarnya, kedua orang tua Rani memasrahkan anaknya padaku, bahkan mereka tidak mau menampung kami dirumahnya, pastinya mereka sangat kecewa, dan mungkin mereka sudah menaruh harapan besar pada Rani yang merupakan anak pertama.

Rani memang termasuk siswa berprestasi, bahkan dia masuk fakultas kedokteran lewat jalur biasiswa, pastinya orang tua mana yang tak bangga, namun semunya itu sirna hanya dalam sekejap mata, hanya kerana kebodohan yang aku lakukan.

Kedua orang tuakupun tak jauh beda, mereka begitu kecewa padaku terlebih atas semua yang kulakukan, tentunya karena mereka telah menaruh harapan yang begitu besar juga padaku, seorang anak laki-laki satu-satunya dikeluarga yang selalu menjadi kebanggaan kedua orang tua.

Terlebih bagi Ayahku, karena baginya aku adalah penerusnya, pewujud segala mimpinya, namun aku menyecewakannya begitu rupa.

Karena sudah tidak ada yang mau menampung kami, akhirnya dengan bekal uang seadanya aku hidup berdua dengan Rani disebuah rumah kontrakan sederhana, untuk memenuhi kebutuhan hidup, kami sama-sama bekerja. Aku bekerja sebagai sales mobil, dan Rani bekerja sebagai pelayan di restoran cepat saji.

Aku sangat merasa bersalah atas apa yang sudah terjadi, apalagi aku membawa Rani dalam kehidupan yang sulit, padahal sebenarnya dia berasal dari keluarga berada.

Sedikit gambaran tentang Rani, dia seorang wanita berparas cantik dan manis, hidungnya mancung, dagu belah, dan sepasang bola mata coklat yang indah. Badannya tidak terlalu tinggi mungkin sekitar 160cm, tapi yang membuatku takjub adalah bulatan pantatnya yang menungging indah dan selalu berhasil membuatku bergairah, gundukan didadanya tidak terlalu besar, tapi pastinya masih kencang, dan pas dengan bentuk tubuhnya.

Aku lagi pusing say, udah dua bulan aku kerja tapi belum juga jualan. Jawabku sambil menyandarkan punggung ditembok kontrakan.

Sabar aja, entar juga ada waktunya! balas Rani sambil merapihkan jaket dan sepatuku yang berantakan dilantai.

Kerja sebagai sales memang gak gampang, apalagi keadaan ekonomi sedang tidak pasti, sementara tiap hari aku dituntun target yang tinggi, bahkan jika sampai tiga bulan aku belum juga jualan, sudah pasti aku dipecat dari kerjaan.

Tapi kalau sebulan lagi aku gak jualan juga, bisa dipecat say! keluhku.

Udahlah, kalo kamu sampai dipecat, nyari kerjaan lain aja! Yang penting usaha dulu! kata Rani, berusaha menenangkanku.

Selama dua bulan pernikahan kami, Rani memang tak pernah sedikitpun mengeluh, bahkan dia selalu memberikan semangat dan dukungan padaku, padahal kehidupan yang sekarang dia jalani denganku jauh lebih berat, ketimbang saat dia masih tinggal berasama kedua orang tuanya.

Sebenarnya sumber kegelisahanku bukan hanya karena aku belum bisa jualan, tapi masih ada hal lain yang membuatku pusing tujuh keliling, dan rasanya begitu sulit untuk ku bagi dengan istriku. Namun karena hanya dialah satu-satunya tempatku berbagi keluh kesah, akhirnya ku utarakan juga apa yang mengganjal dalam hatiku beberapa minggu terakhir.

Say, kamu punya kenalan temen yang jadi biduan ga?

Akhirnya kalimat itu keluar juga, setelah sebelumnya aku cukup kesulitan merangkai kata, takut jika dia tersinggung atau salah paham padaku.

Maksud kamu? tanya Rani sambil mengerutkan dahi.

Melihat ekspresi Rani yang tampak curiga, aku sudah pasrah saja jika seandianya dia akan marah.

Gini say, bos aku ngadain acara dipuncak, nah aku di suruh buat nyari biduannya! kataku, dengan perlahan mencoba menjelaskan.

Lah, kenapa harus kamu? tanya Rani.

Katanya sih udah tradisi, buat anak baru yang udah kerja dua bulan tapi belum juga jualan, dan emang cuman aku aja yang belum jualan.

“Tradisi? Aneh!” ketus Rani.

“Katanya sih gitu!” jawabku.

Yah, aku ga punyalah say, kamu hafal sendirikan temen-temen aku?kata Rani, penuh penegasan.

Iya sih, habis gimana coba, acaranya lusa! jawabku lesu.

Suasana hening sesaat, aku merebahkan diri dilantai keramik, sementara Rani duduk termenung disampingku seolah memikirkan sesuatu.

Entah sejak kapan tradisi konyol seperti itu ada ditempat kerjaku, namun berdasarkan informasi yang aku peroleh dari mulut ke mulut, tradisi itu memang selalu ada hampir setiap kali ada karyawan baru, tentunya bagi karyawan baru yang belum bisa memenuhi target dari perusahaan yaitu harus jualan minimal satu unit mobil dalam sebulan.

Malah dari gosip yang aku dengar, jika perempuan yang dibawa tidak sesuai dengan yang mereka inginkan, maka sudah pasti akan kehilangan kerjaan. Terang saja aku panik, karena selama ini aku tak pernah berhubungan dengan wanita penghibur, biduan, atau semacamnya.

Sebenernya bajetnya sih lumayan, aku dikasih lima juta, disuruh nyari dua orang! kataku memulai kembali percakapan.

Seriusan? tanya Rani, dengan mata yang berbinar, entah mungkin karena dia mendengar nominal uang.

Nih duitnya! kataku seraya mengeluarkan amplop coklat dalam tas.

Dengan cekatan Rani menyambar amplop itu, dan menghitung uang didalamnya.

Wah, beneran lima juta nih say lumayan! seru Rani, matanya semakin berbinar.

Iya lumayan, tapi kan buat nyari biduan say! kataku,

Gimana, kalo aku aja?

Hampir aku tersedak, karena saat Rani mengatakan itu aku sedang nyeruput teh yang dia sajikan.

Jangan gila deh! umpatku.

Ko gila? Nyanyi doangkan? Itu mah gampang, aku kan juara tingkat kecamatan! kata Rani menyombongkan diri.

Kamu tuh ngerti ga sih? Ini tuh acarnya buat laki, diadain dipuncak pula! Masa ga paham?

Rani termenung sesaat ,seperti sedang mengolah perkataanku, mungkin dia sulit memahami.

Maklumlah dia itu sebenarnya type anak rumahan yang tidak terlalu mengerti tentang hiruk-pikuk dunia luar, dangdutan, saweran, mana dia ngerti, namun kesalahan fatal dia adalah jatuh cinta padaku, orang yang sudah terlanjur kecanduan pornografi, bahkan begitu penasaran dengan yang namanya ngentot sejak aku SMP.

Namun aku baru berani melakukannya dengan Rani, karena dengan perempuan lain aku hanya berani sebatas menelanjangi dan peting, hingga akhirnya dia terseret kedalam masalah berasamaku.

Emang acaranya buat berapa orang? tanya Rani, seolah menyelidiki.

Aku sih gak tau pasti, tapi kayanya buat bos-bos doang!kataku.

Wih banyak duitnya dong!jawab Rani antusias.

Lagi-lagi DUIT.

Aku sih sebenarnya gak mempermasalahkan sikap Rani seperti itu, karena memang biasanya dia tak pernah kekurangan masalah uang, tapi sekarang uang jadi sesautu yang sulit didapat, bahkan dia harus rela peras keringat untuk mendapatkannya, mungkin saja dia sudah tak mampu bertahan hidup dalam kesusahan.

Palingan digrepe doang kan ya? kata Rani, seolah hal itu, bukan masalah baginya.

Deg, sumpah jantungku rasanya seperti kena hantaman palu, aku tak menyangka kalimat itu akan keluar dari mulut manis istrtiku.

Aku diam seribu bahasa, tak menanggapi perkataan Rani, dan pastinya dia sangat paham, jika aku seperti itu, tandanya Aku sedang kesal.

Say, aku tuh baru dipecat dari kerjaan, gara-gara ribut sama si Ajeng sialan! kita butuh duit ini! kata Rani, membuatku tersentak.

Ajeng adalah teman, sekaligus senior Rani ditempat kerja, entah kenapa si Ajeng itu seolah tak suka oleh kehadiran Rani, hingga setiap hari selalu saja ada masalah yang dibuatnya, dan setiap hari juga Rani selalu mengeluh tentang dia padaku.

Lagian mereka gak tau ini aku istri kamu!

Tambahnya, membuatku kembali tersentak, ternyata bukan hanya aku yang sedang dilanda masalah, memang jika mengandalkan penghasilan sales yang belum bisa jualan, rasanya kehidupan kita akan semakin memprihatinkan.

Kamu Yakin? Aku berusaha meyakinkan, karena aku tahu pasti itu bukan ide yang bagus, malah cukup nekat dan berbahaya.

iya! jawabnya cepat.

Melihat Rani yang begitu antusias, akhrinya aku melunak, dan menghilangkan segala ego, serta cemburu yang kurasakan, bahkan firasat buruk yang sempat menyeruak dalam dirikupun ku abaikan, alasannya jelas kita sedang butuh uang.

Tapi Aku disuruh nyari dua orang loh!Kataku, berusaha membuatnya bimbang.

Coba tanya dulu aja sama bos kamu!

Rupanya Rani sudah benar-benar yakin dengan keputusannya, bahkan tak sekalipun dia meletakan uang dalam genggamannya.

Karena merasa tak ada pilihan lain, akhirnya aku nekat menghubungi bosku.

Selamat malam Bos, saya mau laporan ! kataku.

Iya, gimana dapet belum? terdengar suar berat bosku pak Gino diujung telpon.

Gila dia langsung nyambung aja, padahal aku belum cerita.

Pak Gino berperawakan tinggi besar, dengan logak bataknya yang khas, jujur saja aku jiper setiap kali berhadapan dengannya.

Dapet bos, tapi cuman satu, udah gitu dia minta lima juta! jawabku, sambil harap-harap cemas, takut dia marah-marah.

Ah payah loh! yaudah kirimin aja potonya!

Tut Tut Tu.t!

Sambunganpun terputus.

Sial nasib jadi bawahan diperlakukan seenaknya saja sama atasan., jika saja aku bisa lulus kuliah mungkin semua itu tak perlu kurasakan, aku menggerutu dalam hati, atas sikap atasanku yang seenaknya.

Gimana say? tanya Rani.

Dia minta foto kamu!kataku.

Yaudah tinggal kirim! jawab Rani, santai dan matanya semakin berbinar seolah yakin uang dalam genggamannya tak akan hilang.

Fotonya, terbaru ya!

Tiba-tiba masuk pesan dari bos ku, sial tau aja dia, padahal tadinya aku mau ngirim foro lama.

Eh, kamu ngapain say? Protes Rani saat Aku membidikan kamera ponsel padanya.

Dia pengen poto kamu yang terbaru! jawabku.

Masa Akunya kaya gini! ketus Rani.

Wajar saja dia merasa risih, karena saat itu dia hanya memakai tangktop dan hotpans, yang pastinya akan menonjolkan setiap lekuk tubuhnya, dan membuat dia terlihat sexy.

Udahlah, toh apa bedanya, nanti juga kamu pake baju sexy kan! kataku, sambil kembali mengarahkan kamera ponsel pada Rani, dan setelah itu tak ada penolakan lagi.

Malah tanpa disuruh Rani berpose sexy, dia berdiri dihadapanku, dengan senyum dan tatapan menatang, selain itu dengan sengaja dia lebih membusungkan dada, sungguh sempurna tubuhnya yang putih mulus, dengan wajah cantik dan manis sungguh menggoda.

Sumpah tangaku gemetar saat akan mengirimkan poto sexy Rani pada bosku, bahkan aku harus menarik nafas panjang beberapa kali sebelum akhirnya poto itu benar-benar ku kirim.

Aku menunggu, sambil harap-harap cemas selama beberapa menit.

Wuih, mantep nih, Angkut!

Tak lama berselang datang balasan dari pak Gino.

Rani tampak sumringah saat melihat pesan dilayar ponselku, karena uang lima juta itu benar-benar jadi miliknya.

Sementara Aku, diliputi rasa penyesalan dan was-was,karena sama saja aku menyerahkan seekor domba pada gerombolan serigala.

***
Hampir jam delapan malam, aku baru sampai disebuah vila yang ada didaerah Cisarua Puncak, vilanya tidak terlalu besar namun terlihat mewah lengkap dengan taman dan kolam renang.

Dipelataran parkir vila itu aku melihat sebuah mobil mewah yang sudah sangat ku kenal, kerena itu adalah mobil yang selalu dipakai bos ku Pak Gino ke kantor, itu artinya mereka sudah sampai duluan, alamat aku bakal kena semprot karena sesuai perjanjian seharusnya jam setangah delapan malam acara harus sudah dimulai.

Benar saja, baru sampai didepan pintu masuk, aku langsung disambut oleh pak Gino yang tampak gelisah, dengan raut wajah tak ramah.

Woi, lo kemana aja? Pak Leo udah nunggu tuh! bentak Pak Gino.

Memang aku telat datang kelokasi, karena aku harus sedikit cekcok denga Rani sebelum berangkat.

Awalnya memang aku hendak membatalkan acara, karena tak rela rasanya menyerahkan istrku pada mereka, selain itu ada sesuatu yang mengganjal dalam hati dan pikiranku, entah apa itu tapi aku rasa itu adalah sebuah firasat yang biasanya sebuah pertanda akan terjadinya hal buruk, sama seperti saat aku ke tangkap basah oleh orang tua Rani, sebenarnya saat itu aku sudah merasakan firasat buruh, namun karena nafsu sudah diujung tanduk maka firasat itu ku abaikan.

Namun usahaku membujuk Rani gagal total, dia memang keras kepala, jika sudah memutuskan sesuatu maka tak ada satu mansuiapun yang mampu menghalanginya sekalipun aku sebagai suaminya sendiri. Padahal aku sudah jelaskan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi.

Sooory bos, ada sedikit masahal tadi! jawabku, sambil merundukan badan karena tak berani menatap matanya yang menyeramkan.

Alasan lo! Ayo cepetan! bentak pak Gino.

Lalu pak Gino menggiring aku dan Rani menuju sebuah ruangan, tanpa sempat aku memperkenalkan Rani padanya, namun sekilas aku melihat ketertarikannya terhadapa Rani dari sorot matanya.

Pak Leo adalah kepala cabang di kantorku yang otomatis bosnya pak Gino, makanya pak Gino sewot atas ketelambatanku, mungkin karena dia juga takut disemprot pak Leo.

Nah, yang ditunggu datang juga! sambut Pak Leo, saat kami memasuki sebuah ruangan yang lumayan besar dan seperti sudah di set sedemikian rupa untuk sebuah pertunjukan.

Di ruangan itu hanya ada beberapa kursi sofa dan sebuah meja besar yang ada ditengah-tengah, lampu ruangan redup dengan House musik yang menggema, sebagai pelangkap tentunya botol-botol minuman keras dengan merek mahal berjejer disana.

Maaf Pak saya terlambat, perkenalkan ini Dewi. Kataku seraya membungkuk dan memperkenalkan istriku dengan nama samarannya.

its ok seru pak Leo, tampak ramah.

Hy, manis langsung aja ya! tambahnya.

Pak Leo orangnya kalem, tapi tatapan matanya begitu tajam dan memiliki aura yang membuat orang disekitarnya akan menaruh hormat padanya. Usianya tak lagi muda mungkin sudah menginjak lima puluh tahunan, namun masih tampak segar dan gagah hanya rambutnya saja yang sudah memutih.

Di ruangan yang diselimuti asap roko itu pak Leo tidak sendiri, karena dia ditemani oleh Pak Hilman kepala Ga, dan Pak Riki suver visor sales, mereka nampak berbincang santai sambil meroko dan sesekali menenggak minuman.

Pak, saya permisi ganti baju dulu! seru Rani dengan suara sedikit bergetar, mungkin dia grogi atau ketakutan.

Saat itu memang Rani belum memakai kostum layaknya biduan, karena tubuhnya masih dibalut jaket kulit dan celana jeans ketat, yang seakan menonjolkan setiap lekuk tubuhnya yang indah.

Lah, ngapain ganti? langsung buka aja! saut pak Gino, dengan raut wajah penuh amarah, rupanya kekesalannya padaku belum juga hilang.

Rani tampak bingung, dan menoleh padaku yang ada disamping kananya, sepintas aku melihat wajahnya tampak pucat.

Wajar saja reaksi Rani seperti itu, karena dari rumah dia berfikir akan menjadi biduan, tapi begitu sampai dilokasi dia malah langsung disuruh telanjang.

Lo gimana sih Tyo? bentak pak Gino, sepertinya kemarahannya semakin bertambah, mungkin karena dia melihat gelagat Rani yang tampak terekjut dan gelisah, seolah dia tak mengerti atas apa yang harus dia kerjakan.

Ma maaf pak, sebenarnya acaranya apa ya? tanyaku.

Bego! Emang lo pikir apa? bentak pak Gino balik bertanya.

Saya pikir dangdutan, makanya saya bawa biduan!jawbaku.

Hahahahahaa

Perkataan ku langsung disambut riuh tawa Pak Loe, Pak Hilman, dan Pak Riki, namun tidak dengan Pak Gino, mukanya tampak merah padam menyeramkan, bahkan bola matanya yang bulat seakan ingin meloncat keluar, seolah tertawaan Bos dan rekannya itu ditujukan padanya.

Bego! gw ga butuh biduan, gw butuh penari telanjang!kata pak Gino, penuh kekecewaan dan amarah.

Sumpah sekujur tubuhku mendadak lemas, dan kepalaku terasa pening, aku bingung harus berbuat apa.

Sumpah seminggu yang lalu itu pak Gino menyuruhku mencari biduan, bukan penari telanjang, apa aku yang salah dengar?

Sialan! Tentu saja aku panik, mana mungkin aku membiarkan istriku menghibur mereka tanpa pakaian, dan Ranipun pastinya akan kebertan, apalagi dia belum pernah mempertontonkan auratnya pada lelaki selain aku suaminya,

Saat itu, aku terjebak dalam situasi yang serba sulit, karena jika aku membatalkan maka hilang sudah kerjaan yang sudah kurintis selama dua bulan terakhir, tapi jika aku menuruti mereka sudah pasti istriku akan jadi korbannya.

Bayangkan saja apa yang terjadi pada seekor domba yang berada ditengah gerombolan serigala, kemalangan seperti itulah yang akan menimpa Rani jika aku tidak segera membawanya kabur dari tempat itu.

Sudah gak usah ribut. Langsung show aja ya manis! seru pak Leo dengan nada datar namun penuh penekanan, sumpah lebih menyeramkan dari teriakan dan umpatan kasar pak Gino.

Rani menoleh padaku, dari sorot matanya sepertinya dia menginginkanku melakukan sesuatu, namun aku hanya diam terpaku, bahkan lidahkupun terasa kelu.

Taaaapi saya pikir nyannyi paaaak, bu.. bu..kan nari telanjang! seru Rani, dengan suara parau dan sedikit bergetar, sudah pasti karena dia ketakutan.

EH monyet! Urus nih biduan lo! Kalo sampe gagal abis lo! Duitnya juga balikin! ancam pak Gino, membuatku gemetar tak karuan.

Astaga! Uang lima juta itu sudah habis diapakai untuk bayar kontrakan dan stok kebutuhan selama sebulan.

Aku bingung harus berbuat apa, Ranipun sepertinya merasakan hal yang sama.

Seperti dua keledai bodoh kami mematung kaku diruangan itu, tak ada satu gerakanpun yang mampu ku perbuat, bahkan sepatah katapun sangat sulit untuk ku ucapkan.

Santai aja say, minum dulu biar tenang! kata pak Riki seraya mendekati Rani, dan menyodorkan segelas minuman.

Lalu pak Riki mendekati Rani dan membisikan sesuatu ditelinganya, entah apa yang dia katakan, karena aku tak bisa mendengarnya walaupun jarak kami cukup berdekatan, tapi suara pak Riki ditelan musik yang berisik.

Tangan Rani tampak gemetar, meraih gelas yang di sodorkan pak Riki, dan tanpa banyak berpikir minuman dalam gelas itu habis dalam sekali tenggak.

Badan Rani seketika limbung, seolah hilang keseimbangan, beruntung pak Riki sigap meraih badannya.

Entah minuman apa yang ditenggak oleh istriku, karena reaksi badanya langsung seperti itu, tapi karena jelas diruangan itu tak ada lagi minuman selian minuman keras maka aku menyimpulkan bahwa yang Rani tenggak itu salah satu dari minuman keras itu.

Tebakanku diperkuat oleh reaksi tubuh Rani yang tampak hilang keseimbangan setelah menenggak habis minuman itu, dan itu reaksi wajar bagi seseorang yang tak biasa meminum minuman keras.

Wajah Rani yang sebelumnya pucat, nampak kembali merah merona, bahkan sorot matanya berbinar seperti sedia kala, entah mungkin itu efek dari minuman yang dia tenggak tadi, atau bisikan dari pak Riki, kali ini aku tak bisa menduganya.

Ayo, dimulai!

Sekali lagi keluar sebuah kalimat sakti dari mulut pak Leo dengan sorot matanya yang tajam.

Baik pak! jawab Rani, seolah keraguan bahkan ketakutannya hilang seketika.

lalu dengan langkah sedikit gontai, dia berjalan digandeng oleh pak Riki sampai ketengah ruangan.

Suara musik terdengar semakin kencang, sepertinya volumenya dinaikkan, dan tak lama berselang tubuh Ranipun mulai bergoyang.

Awalnya dia memang terlihat canggung, namun semakin lama gerakannya terlihat semakin natural, bahkan begitu sensual dan menggairahkan.

Jantungku berdetak kencang, tubuhku gemetar, menyaksikan istriku yang cantik sedang meliuk-liukan badannya bergoyang erotis, aku tak menyangka jika dia lihai melakukannya, bahkan pak Gino yang tadi marah-marah kini sudah tenang dibuatnya.

Naik kemeja dong say! kata Pak Riki, dan tanpa perlu perintah lagi Rani langsung menuruti.

Badannya kembali bergoyang dengan gerakan lembut namun menawan.

Jari-jari lentiknya menulusuri setiap inci tubuh indahnya, desertai gerakan pinggul yang begitu erotis dan mendebarkan.

Telanjang dong! seru pak Hilman, sepertinya sudah tak sabar, ingin menyaksikan istriku tanpa pakaian.

Tampak masih ada keraguan dari raut wajah istriku, bahkan beberapa kali dia menoleh kearahku seolah mengharapakan sesuatu, namun dalam kondisi seperti itu, tak ada yang mampu ku lakukan selain mematung kaku, seperti seonggok kayu tak berguna yang terombang ambing ditengah lautan.

Eh, lo ngapain disini? keluar! usir pak Gino padaku.

Waduh, lo galak banget sama anak buah, udah duduk aja ikutan nonton! saut pak Leo, yang seketika membuat salah tingkah pak Gino.

Tentunya Aku tak punya pilihan, lalu duduk di kursi sofa samping pak Gino.

Anjing, mulus banget! seru pak Hilman, saat Rani berhasil menanggalkan kaos ketatnya hingga menyisakan BH, yang menutupi bukit kembarnya.

Gila! Sejak kapan Rani mulai menanggalkan pakainnya, rasanya hanya sepersekian detik saja aku tak melihatnya gara-gara pak Gino sialan.

Sambil terus bergoyang, jari lentik Rani perlahan tapi pasti turun kebawah menuju celana jeans yang masih melekat ditubuhnya.

Aku menatap momen itu tanpa berkedip, momen dimana istriku dengan sadar menurunkan celana jeansnya dihadapan lelaki lain, dengan gerakan sensual yang mendebarkan.

Pantatnya yang gempal, dan kulit pahanya yang tempak halus dan mulus, terpampang jelas saat Rani berhasil menanggalkan celana jeansnya.

Walaupun aku sudah sering melihat istriku dalam kondisi telanjang bulat tanpa pakaian, tapi saat itu rasanya begitu berbeda, penyebabnya sudah pasti karena aku tidak sendiri, bersamaku diruangan itu ada empat orang laki-laki lain yang sama-sama menyaksikan keindahan tubuh istriku.

Wow,Gila, sempurna,..! seru pak Leo, seolah begitu takjub oleh keindahan tubuh Rani.

Lo pinter nyari cewe bro! seru pak Riki, begitu antusias.

Sungguh perasaanku tak karuan saat itu, jujur aku kesal, marah, cemburu, tapi tak bisa ku pungkiri ada rasa bangga yang menyeruak dalam diri, saat para atasan memuji keindahan tubuh istriku, bahkan gejolak birahikupun mulai merambat perlahan setelah sebelumnya tenggelam oleh rasa kesal.

Gerakan serta goyangan erotis Rani semakin liar, seolah diapun senang mendengar setiap pujian, yang tak sungkan-sungkan ditujukan padanya, bahkan dia mulai berani terang-terangan meremas bagian paling sensitif ditubuhnya, dari mulai payudara, sampai selangkangannya.

Tiba-tiba pak Gino berjalan mendekati Rani, lalu dengan santai dia meraih tangan Rani, dan menariknya, membuat Rani turun dari meja serta mengikuti kemana pak Gino melangkah.

Ternyata pak Gino membawa Rani kehapadan pak Leo, yang sedang asyk meroko sambil sesekali menenggak minuman.

Rani tampak canggung dan salah tingkah, berhadapan dengan lelaki lain dalam kondisi dia hampir telanjang bulat, karena saat menari diatas meja masih ada jarak antara dia dengan penonton ditambah lampu yang remang-remang, mungkin hal itu cukup membuatnya berani bergoyang.

Buka! seru pak Loe sambil nunjuk BH dan celana dalam Rani.

Rani sempat menoleh padaku sesaat, sebelum akhirnya dia melepaskan pengait BH merah mudanya, tentunya tanpa meminta persetujuan dariku, karena jika itu dia lakukan maka sama saja dia memberitahu pada semua orang bahwa aku adalah suaminya.

Rani membiarkan penutup bukit kembarnya itu turun begitu saja dengan sendirinya, seirama gerakan dan goyangan badannya yang ritmis dan erotis.

Sumpah nafasku mulai terasa sesak, saat Rani sedikit menungging karena harus menanggalkan celana dalamnya, sudah pasti karena posenya itu bukit kembarnya bergelantung indah dihadapan pak Leo, dan tak hanya itu karena bulatan pantatnya yang gempal menggemaskanpun terlihat begitu menggoda.

Argh! Rani mendesah saat tiba-tiba saja pak Leo meremas bukit kembarnya.

Namun tanpa ada perlawanan sedikitpun Rani mulai kembali bergoyang, dan tentunya dia membiarkan atasanku bermain-main dengan benda kenyal miliknya.

Emgggghhhhh.. ! Rani kembali mendesah saat jari tengah pak Leo mengusap belahan lubang nikmatnya yang bersih mulus, karena Rani rajin mencukur bulu-bulu yang selalu tumbuh disekitarnya.

Anjing masih sempit nih! seru pak Leo sambil tersenyum penuh arti.

Gilanya bukannya melawan diperlakukan seperti itu, pinggul Rani malah bergoyang seirama dengan jari tengah pak Leo yang sudah terbenam didalm lubang surgawi miliknya.

Aku masih tak habis pikir, apa mungkin efek minuman yang begitu dahsyat hingga membuat Rani seolah kehilangan kontrol atas dirinya, atau semua itu terpaksa Rani lakukan, untuk menyelamatkan kami, atau lebih tepatnya menyelamatkanku, selain itu aku juga masih penasaran apa yang dikatakan pak Riki padanya karena aku yakin dari situ kegilaan istriku Rani bermula.

Walaupun aku cukup terangsang oleh live show istriku yang begitu liar, namun tetap saja sebagai seorang suami ada rasa cemburu yang kurasakan, dan kombanasi antara keduanya memberikan sensasi yang begitu dahsyat, tak bisa kupungkiri benda yang tergantung diselangkangankupun sudah mulai mengeras seperti kayu.

Tubuh telanjang Rani yang bersih mulus tanpa cacat, meliuk-liuk dan bergoyang-goyang indah dihadapan si tua bangka pak Leo, tak ada rasa canggung apalagi malu, malah beberapa kali Rani terlihat memejamkan matanya seolah menikmati jari tengah pak Leo yang sedang keluar masuk lubang nikmatnya.

Tak kuasa aku menahan cemburu berbalut birahi yang dahsyat, tanpa sadar aku mencekik sebotol minuman lalu menumpahkan isinya ketenggorokanku.

Aku memang bukan seorang peminum, bahkan seumur hidupku tak pernah sedikitpun aku menyentuh barang haram itu, maka tak perlu waktu lama tubuh langsung bereaksi gara-gara minuman sialan itu.

Kepalaku langsung terasa berat dan pandangan berkunang-kunang, sumpah rasanya kepalaku seperti memikul batu puluhan kilo, hingga nyaris saja aku memejamkan mata dan hilang kesadaran.

Dalam kesadaranku yang tinggal tersisa lima puluh persen aku melihat sesuatu yang gila dilakukan istriku, bahkan aku harus mengucek mataku berkali-kali memastikan bahwa saat itu aku tidak sedang salah liat atau bermimpi.

Yah, istriku tercinta sedang mengocok kontol pak Leo dengan sadar dan begitu bernafsu, entah sajak kapan dia melakukannya, bahkan aku tak tahu sejak kapan pak Leo menanggalkan celananya.

Namun ada sebuah pemandangan lain yang membuat sekujur tubuhku menggigil, yaitu saat melihat pak Hilman meremas-remas bongkahan pantat Rani yang gempal, sambil sesekali menusuk-nusukan jari tengahnya kelubang nikmat Rani yang pastinya sudah basah kusup.

Sebuah sensasi yang semakin gila, melihat istrku tercinta sedang memberikan service pada kejantanan orang lain yang bukan suaminya, dan selain itu bagian tubuhnyapun ikut dikerjai oleh lelaki lain yang juga bukan suaminya, rasanya aku seperti merasakan kembali sensasi saat pertama kali menonton film bf berpuluh tahun yang lalu saat aku masih SD, atau saat pertama kali aku menelanjangi perempuan waktu aku SMP, namun parahnya kali ini sensasinya lebih dahsyat.

Pengaruh alkohol bercampur dengan luapan birahi yang tiba-tiba meledak-ledak, membuat Kepalaku terasa semakin berat saja, hingga akhirnya aku tak mampu menguasai kesadaranku lagi, namun sesaat sebelum kesadaranku benar-benar hilang aku masih sempat melihat istriku Rani naik kepangkuan pak Leo yang sudah sama-sama telanjang bulat, dan setelah itu tiba-tiba semua menjadi gelap.

Arghhhh. Arghh,!

Oguh!

Samar pendengaranku menangkap suara-suara yang begitu familiar, disertai sebuah ingatan yang membuat hati bergetar. Sebuah ingatan yang seakan hilang beberapa menit yang lalu, ingatan yang begitu menyesakkan, dan ingatan yang begitu mendebarkan.

Sekuat tenaga aku berusaha membuka mata dan mengendalikan lagi kesadaranku, walaupun sulit namun perlahan aku mampu melakukannya, hingga kembali mataku mampu menangkap seisi ruangan walau samar.

Aku melihat pak Leo masih duduk di sofa sambil menghisap sebatang roko, namun dia sudah berpakaian lengkap. Anehnya disofa itu tak ada orang lain selain dirinya. Lalu mataku menyapu kesetiap sudut ruangan, hingga akhrinya pandanganku berhenti dan terpaku pada sebuah adegan yang begitu menyayat hati sekaligus mendebarkan jantung, dan menguras emosi.

Istiku tercinta masih tanpa busana, telentang diatas meja dengan kedua kaki mengangkang lebar, rambutnya acak-acakan tak karuan dan badannya mengkilat oleh keringat, namun tak sedikitpun melunturkan kecantikannya malah membuatnya terlihat begitu sexy dan menggoda.

Sebuah kenyataan yang membuatku nyaris kembali kehilangan kesadaran adalah bahwa istriku tidak sendiri diatas meja itu, karena dia sedang dikerumuni oleh tiga laki-laki buaya darat yang sudah pasti ku kenal.

Pak Hilman nampak memegang kendali, dia tampak begitu bernafsu menggenjot lubang nikmat Rani dengan alat kejantanannya. Ya, jelas sekali aku melihat kepala Ga berperut buncit itu sedang menyetubuhi istriku, sementara pak Riki dan pak Gino berada disebelah kanan dan kiri Rani, merekapun sama-sama sedang mencari kepuasan dari tubuh indah Rani.

Kemungkinan terbutuk yang aku takutkan benar-benar terjadi, istirku dijadikan alat pelampiasan nafsu bejat mereka, tentu saja hal itu yang menjadi perdebatan antara aku dan Rani sebelum berangkat, namun aku tidak cukup punya kekuatan untuk melunakan kekerasan kepala dan hati Rani, hingga akhrinya semua itu harus terjadi.

Namun ada yang aneh dari semua yang ku saksikan, karena tak ada raut kesedihan atau keterpaksaan yang ku tangkap dari Rani, malah aku yang kulihat, dia seperti menikamtinya, tercermin dari rintihan dan goyangan pinggulnya menerima sodokan-sodokan kontol pak Hilman, atau saat dia terlihat begitu liar menyepong kontol pak Gino dan pak Riki bergantian.

Apakah benar Rani begitu menikmati?

Apakah semua itu hanya pengaruh minuman yang mungkin dicampur perangsang?

Atau semua itu akibat dari pengaruh pak Riki?

Pertanyaan-pertanyaan itu membuatku gila.

“Ough..!”

“Argh…!”

Erangan dan desahan erotis Rani membuat sekujur tubuhku merinding, diiringi lenguhan dan desahan tiga orang lelaki yang sedang mencari kepuasan darinya.

“Argh…!”

Tiba-tiba pak Hilman mengerang, sambil menghentakkan pinggulnya lebih kencang. Lalu sesaat kemudian dia bergerak mundur dan dengan segera posisinya di gantikan oleh bosku pak Gino.

Sebenarnya kesadaranku hampir pulih, walau kepala masih berat, dan perut mulai terasa mual, namun aku memilih menenggak lagi minuman yang leher botolnya masih ada dalam cengkramanku, berharap aku kembali tak sadarkan diri, itu lebih baik dari pada aku harus melihat ada laki-laki lain lagi yang menggenjot lubang nikmat istriku, atau ada laki-laki lain yang memuntahkan spermanya di wajah manis istriku seperti yg dilakukan oleh pak Riki beberapa detik yang lalu, bahkan mungkin lebih baik aku tak sadar lagi.,,,,,,,,,,,,,,

Related posts