Kisahku dengan Sepasang Lesbi

Ini adalah kisah nyata, namun saya
tidak akan menceritakan secara rinci,
karena saya tidak mau seseorang
yang kenal dengan salah satu pribadi
yang ada di dalam cerita ini dapat
mengetahuinya.
Sebenarnya peristiwa ini terjadi di
tahun 1997, saat itu usia saya sudah
23 tahun. Saya mengalami percintaan
dengan sepasang lesbi, sebut saja
Rina (23 tahun) dan Rini (21 tahun).
Saat itu aku baru kenal dengan Rina di
lokasi syuting sebuah film percintaan
yang kebetulan aku menjadi pemeran
utama prianya bersama 3 pemeran
utama wanita yang salah satunya
Rina itu. Berhubung karena dua
pemeran utama wanita lainnya sudah
punya pacar dengan sering datang ke
lokasi syuting, hal ini menjadikanku
lebih akrab dengan Rina.
Kami sering bicara tentang apa saja
kecuali relationship. Sampai suatu hari,
di saat kami sedang berduaan di
kamar rias, aku berhasil mengarahkan
pembicaraan tentang seks. Namun dia
tidak banyak bercerita, hanya banyak
bertanya dari apakah aku pernah
berhubungan seks, berapa banyak,
dengan berapa orang, pernah ‘jajan’,
sampai gaya yang kusuka.
Sampai suatu hari, dia mengajukan
pertanyaan yang membuatku bingung.
“Di, aku perlu bantuan kamu, tapi
kamu bisa pegang rahasia nggak..?”
Aku pun langsung mengangguk,
karena pikiranku sudah kotor saja.
Dan ternyata benar, dia mengajakku
berkencan dengan syarat aku harus
100% mengikuti gaya permainan yang
diinginkannya. Dan di sore harinya
saat kami berdua harus menunggu
jadwal berikutnya di malam hari, Rina
langsung mengajakku mencari motel
terdekat dengan menggunakan
mobilnya.
“Pake mobilku aja yah Di..?” pintanya.
Dan aku bilang, “Enaknya kamu aja
deh, Rin.”
Kami pun langsung meluncur ke salah
satu motel di Jakarta dekat lokasi
syuting, namun yang membuatku
kaget, begitu sampai di garasi dia
langsung membuka bagasi dan
mengeluarkan dua gulung kain putih.
Melihat wajahku yang kebingungan,
dia bertanya, “Kamu ngga berubah
pikiran, kan..?”
Singkat kata, aku pun sudah berbaring
di tempat tidur hanya menggunakan
CD, dan dalam keadaan kedua tangan
dan kaki terikat dengan kain yang
dibawanya tadi. Dia pun tanpa buang
banyak waktu langsung membuka
seluruh bajunya, tinggal BH dan CD
yang berwarna biru muda berenda-
renda yang masih menempel di
tubuhnya.
Kemaluanku yang memang sudah
tegang sejak di perjalanan seakan
ingin mencuat keluar dari CD. Namun
anehnya, dia tidak menyentuhku
sama sekali, hanya memainkan kedua
payudaranya dan mendesah sendiri.
Tidak lama kemudian dia mencopot
BH-nya, dan waauuw.., bentuk
payudaranya indah sekali (saya tidak
tahu ukurannya, karena memang bagi
saya bentuk lebih utama daripada
ukurannya).
Dia pun terus memainkan kedua
payudaranya, lalu berkata pelan,
“Sekarang saatnya laki dipake
perempuan.”
Aku hanya diam, dan akhirnya
kupejamkan mata, karena itu yang
dia minta dari awal, kupikir akan
kuikuti saja permainannya. Dia pun
mulai meraba dan mengelus seluruh
tubuhku dan meremas-remas
kemaluanku, agak sakit sebenarnya
tapi tidak kuperlihatkankan agar dia
dapat menikmati sepuasnya. Beberapa
menit berlalu, aku pun menikmatinya,
dan akhirnya kudengar seperti suara
CD yang dilepaskan, dan dia pun
semakin menaiki tubuhku. Karena
penasaran, aku pun mulai sedikit
membuka mata, kulihat dia
menyodorkan kemaluannya di depan
wajahku, dan memintaku
menghisapnya. Aku pun
menghisapnya tanpa rasa jijik, karena
aku hanya menemukan aroma harum
kemaluan wanita yang terjaga
kebersihannya.
Beberapa saat kemudian, terdengar
dari mulutnya yang dari tadi diam
seribu bahasa desahan, dan kemaluan
Rina sudah sangat basah sekali, bukan
karena ludahku, tapi pasti karena
dirinya sudah sangat terangsang.
Namun kurasakan ada benda dingin
menempel di pahaku, ternyata Rina
hendak menggunting CD-ku, mungkin
karena sulit melepaskan dalam
keadaan aku terikat kuat begini.
Kemaluanku yang sudah agak pegal
karena dari tadi tegang terus, kini
agak lega karena sudah tidak tertahan
CD lagi. Rina pun langsung
menempelkan ujung barangku di
depan kemaluannya, dan kali ini
terdengar desahannya lebih keras dan
lebih lepas lagi.
Perlahan tapi pasti, Rina mulai
menurunkan pantatnya, dan
memasukkan barangku lebih dalam
lagi. Kenikmatan yang amat sangat
yang kurasakan ini seakan tidak ingin
kukeluarkan barangku dari
kemaluannya. Dia pun sambil
mendesah dengan nafas yang
terengah-engah terus menekan hingga
habis barangku ditelan kamaluannya.
Walau dalam keadaan terdiam, aku
dapat merasakan kehangatan dan
denyut kenikmatan di dalam
kemaluannya. Lalu Rina pun mulai
mengangkat sedikit pantatnya, dan
mulai menggoyang-goyang, semakin
lama semakin kencang namun bukan
kenikmatan tapi sakit yang kurasakan,
barangku seakan mau patah.
Gerakannya hanya berlangsung
semenit, Rina langsung roboh terkulai
lemas mencapai klimaksnya, dan
banyak sekali cairan yang keluar dari
kemaluannya yang seakan tidak
melakukan hubungan seks selama
bertahun-tahun.
Rina langsung berdiri, melepaskan
barangku, dan langsung menuju
kamar mandi tanpa memperdulikan
aku yang belum mencapai orgasme.
Lagipula pikirku aku tidak akan
mencapai klimaks dengan cara yang
menyakitkan tersebut.
Beberapa saat kemudian, Rina kembali
dari kamar mandi dan membersikan
barangku dengan handuk yang sudah
dibasahi dengan air hangat dan dalam
keadaan diriku masih terikat. Dia
mulai menciumiku dan seluruh
tubuhku tanpa satu centi pun yang
terlewat, dan kini dia menghisap
barangku dengan kuat sekali seakan
ingin ditelannya sampai habis. Beda
sekali Rina yang tadi dengan yang
sekarang penuh kehangatan,
walaupun dia belum melepaskan
ikatanku. Dia memperlakukanku lebih
halus dan lebih merangsang, namun
tampaknya kali ini dia sangat bernafsu
dan ingin segera memasukkan
barangku ke dalam kemaluannya.
Tanpa susah payah barangku pun
telah masuk, dan kali ini sangat basah
kurasakan di dalam kemaluan Rina.
Dia pun langsung menaikkan dan
menurunkan pantatnya,
manggoyangnya berputar-putar.
Saat itu hanya kenikmatan tiada tara
yang kami rasakan berdua, dan hanya
dalam waktu 2 menit Rina sudah
mencapai klimaks dan jatuh
tergeletak di dadaku. Dan Rina segera
menggunting ikatanku, dan
memintaku segera menyetubuhinya.
“Hajar aku Di, siksa aku sampai
pingsan..!” katanya sambil membuka
lebar-lebar kedua kakinya hingga
tampak kemaluannya yang sangat
merah dan basah berlendir.
Aku pun langsung menyetubuhinya
dalam keadaan telentang, tengkurap
(doggy), miring dan kedua kaki
disilangkan.
Rina pun mencapai orgasme dalam
setiap gaya tersebut, sampai akhirnya
aku sudah tidak sanggup menahan
kenikmatan.
Kuberitahu Rina bahwa aku akan
keluar, dia pun berkata, “Iya Di,
keluarin.., keluarin yang banyak, aku
juga mau keluar nih..! Ohh Aldi, aku
sayang kamu..”
Aku pun mempercepat genjotanku,
tapi herannya Rina sudah orgasme
tapi aku belum walaupun sudah
kurasakan di ujung barangku. Dan
sekitar tiga menit kemudian, barulah
aku menyemburkan sperma yang
menyemprot sampai tujuh kali. Ohh,
memang ini salah satu orgasme-ku
yang terbaik.
Setelah itu kami pun bersama-sama
ke kamar mandi untuk bilas, dan kami
pun berpelukan erat dan
melakukannya lagi di wastafel kamar
mandi. Sambil berdiri, kusenderkan
Rina di tembok, lalu sambil berjalan
menuju sofa, dan berakhir disana. Dan
mungkin karena lengkungan sofa,
hingga membuat barangku terbenam
seluruhnya mentok yang kurasakan di
ujung anuku, dan kulihat Rina pun
menggeliat dan menggelinjang hebat
disana.
Saat kembali ke lokasi syuting, kami
tidak langsung turun dari mobil,
karena katanya ada masalah penting
yang ingin dibicarakannya denganku.
Akhirnya Rina mengaku bahwa
temannya Rini yang pernah datang ke
lokasi syuting itu adalah pasangan
lesbinya. Mereka sudah berpacaran
selama sebelas bulan. Rina yang
katanya sempat membenci laki-laki,
lebih dulu membujuk Rini yang pernah
ditiduri pacarnya sekali untuk
membuktikan cintanya sebelum
cowok itu berangkat sekolah di luar
negeri, dan ternyata disana dia punya
cewek lain. Dalam hati aku berkata,
masih ada saja cewek yang dapat
dibohongi dengan cara begitu.
Rini pun berhasil dibujuk Rina untuk
tidak menyukai laki-laki lagi, dan
mereka sepakat untuk menjadi
sepasang kekasih. Dan Rina meminta
bantuanku yang dianggapnya tepat
untuk meyakinkan ke Rini bahwa
berhubungan seks dengan laki-laki
tidak sesakit yang pernah Rini rasakan
pertama kali sebelumnya.
Dan sampailah suatu hari di kamar
Rina, Rini dalam keadaan terikat
dengan mulut tersumbat rapat dengan
alasan Rina ingin mencoba suasana
baru, dan Rini menurut saja. Padahal
aku masuk dan membuat Rini
merasakan kenikmatan berhubungan
seks yang sesungguhnya.
Setelah Rini sudah dalam keadaan
terikat kuat, Rina keluar meninggalkan
kamar. Aku pun langsung masuk dan
menutup pintu kamar dengan rapat.
Dapat kulihat ada pancaran kaget dan
takut pada wajah dan tatapan mata
Rini, aku pun iba dan tidak tega
melihatnya, tapi kepalang basah dan
aku sudah berjanji kepada Rina untuk
menolong mereka untuk berhubungan
kembali dengan laki-laki. Aku pun
bertekad dalam hati bahwa aku harus
berhasil. Aku berpikir tidak mungkin
berhasil dalam hubungan pertama,
karena dia baru sekali melakukan
hubungan seks, dan itu sudah lama
berlalu, tentu lubang kemaluannya
sudah rapat kembali.
Dengan wajah ketakutan, Rini
memperhatikan setiap gerak-gerikku,
dan membuatku sedikit gerogi. Aku
pun mulai mengusap-usap kakinya
dan bagian dalam pahanya, lalu
kucium kering (tanpa lidah) seluruh
tubuhnya. Rini yang tadinya meronta-
ronta hingga pergelangan tangan dan
kakinya agak memerah mulai
mengurangi pemberontakannya, entah
karena sakit, capek atau dia tahu
kalau aku tidak bermaksud
menyakitinya. Sambil kucium,
kuremas pelan payudaranya dan
kulepas BH-nya.
Kuperhatikan bulu halusnya mulai
berdiri, kupikir aku mulai dapat
meningkatkan seranganku. Kumainkan
payudaranya dengan dua jari tangan
kiriku, sedangkan tangan kananku
mulai mengelus kemaluan Rini dari
luar CD-nya. Aku pun sempat
terperangah mendapatkan putingnya
yang mulai mengeras. Bertambah
sedikit keyakinanku bahwa segalanya
akan berjalan lebih mudah dari yang
kubayangkan pertama. Setelah
kugesekkan jari-jariku di belahan
pangkal pahanya, kulihat cairan
vagina Rini mulai becek dan tembus di
CD-nya. Aku pun memberanikan diri
menyelipkan jariku untuk meraih
klitorisnya, dan seperti yang
kubayangkan sebelumnya, ternyata
memang Rini sudah terangsang habis
www.ceritakita.hexat.com
Karena lupa minta gunting sama Rina,
dengan susah payah kutarik putus CD
Rini. Dan kuperhatikan nafas Rini mulai
tidak teratur, dadanya bergerak naik
turun dengan cepat. Kujilati kemaluan
Rini dan kuhisap klitorisnya secara
terpisah (cara ini kudengar dari
pembicaraan orang dewasa waktu
saya masih SMP, katanya disebut
Indian Style).
Pantat Rini bergerak naik turun,
sekarang bukan hanya dadanya, tapi
seluruh tubuhnya bergetar dengan
kuat. Tidak lama kemudian keluar
cairan hangat dari dalam kemaluan
Rini, dan getaran tubuhnya melemah.
Kini kuhisap kering payudaranya,
namun saat kutatap matanya Rini
memejamkan matanya, padahal aku
tahu kalau dia selalu mencuri
kesempatan untuk menatapku.
Kuusap lagi kemaluannya dan kupijat-
pijat kecil di sekitar pangkal pahanya,
dan ternyata tanpa membutuhkan
waktu lama, Rini mulai menikmati
sentuhan-sentuhanku di tubuhnya.
Kini mulutku kembali bergerilya di
selangkangannya, dengan menjilat
dan menghisap klitorisnya secara
terpisah. Ketika kurasakan tubuh Rini
mulai bergetar lagi, kupikir inilah
saatnya memasukkan barangku tanpa
Rini harus merasakan sakit. Aku pun
bangun dan siap untuk
menggagahinya. Dan ketika barangku
sudah di mulut kemaluan Rini, kulihat
Rini masih dalam keadaan
terbungkam mulutnya menggelengkan
kepalanya dengan pelan, tapi
kemudian dia memejamkan matanya
lagi dan membuang wajah. Aku pikir
ini penolakan basa-basi, langsung
kuhujamkan barangku ke dalam
kemaluan Rini tanpa hambatan yang
berarti. Dan mulai kumaju-mundurkan
barangku, tapi kurasakan vagina Rini
sangat basah dibandingkan dengan
Rina.
Dan dalam waktu yang singkat, aku
langsung merasakan bahwa aku akan
orgasme.
Dengan santainya kukatakan pada
Rini, “Rin, aku mau keluar..”
Kulihat Rini menggelengkan kepalanya
lagi, dan aku benar-benar tidak tahu
maksudnya apa, tapi ada bekas air
mata mengalir yang belum dilap, dan
aku tidak tahu kapan keluarnya,
namun tubuh Rini mulai bergetar lagi
dan sepertinya dia mencapai klimaks
berbarengan dengan aku. Aku tidak
tahu apa aku terlalu bernafsu hingga
permainan yang, “sebenarnya” hanya
berlangsung sekitar tiga menit. Namun
saat kucabut, aku masih melihat lendir
kemerah-merahan bercampur darah
yang keluar dari kemaluan Rini.
Aku keluar kamar, dan mendapatkan
Rina yang sedang menunggu dengan
wajah cemas.
Rina pun bertanya, “Gimana Di,
sukses..? Rini gimana..?”
Kubilang lumayan tapi memang harus
dua kali baru sempurna. Aku pun
pamit untuk segera kembali ke kamar.
Aku mulai menciumi Rini lagi yang
masih dalam keadaan terikat dan
mulut tersumpal. Namun karena
kurasakan barangku sudah mengeras,
langsung saja kutempelkan kepala
barangku ke vagina Rini, lalu
kugesekkan di klitoris dan sekitarnya,
Rini pun tampak kegelian.
Kami sempat terkaget karena pintu
kamar tiba-tiba terbuka, dan Rina
masuk ke dalam, mungkin karena
melihat tidak ada tanda-tanda marah
atau kebencian di mata Rini. Rina
membuka sumpalan mulut Rini dan
mereka pun berciuman. Namun hanya
sebentar, dan Rina melepaskan ikatan
Rini. Rina mendorongku hingga tidur
telentang, lalu mulai mengulum
penisku, dan Rina melakukannya
dengan sangat baik. Tanpa disuruh,
Rini menibanku dan mulai menciumi
bibirku, kami pun berciuman. Dan Rina
melepaskan kulumannya, lalu
memanggil Rini agar memasukkan
penisku dangan menjongkokiku.
Dengan bantuan, Rina memegang
pinggul Rini, mengangkat dan
menurunkannya lagi sehingga
gerakannya menjadi teratur, mereka
pun berciuman lagi. Tidak lama
kemudian Rini mencapai klimaks dan
jatuh terbaring di sebelahku.
Rina segera menghampiri dan berkata,
“Aldi, giliranku kapan..?”
Tanpa menunggu jawabanku, Rina
langsung melebarkan kangkangannya,
dan melesakkan penisku ke dalam
vaginanya yang hangat merangsang
dan basah itu.
Setelah Rina selesai, kemudian Rini
lagi, lalu terakhir ditutup dengan Rina.
Selesai sekitar jam sebelas malam,
kami keluar untuk beli makan di
mobil, lalu kembali ke rumah Rina
yang memang tinggal sendiri di
Jakarta, dan kami bertiga
melakukannya lagi sampai jam
setengah empat pagi tapi sulit saya
ceritakan disini.
Diantara beberapa pengalaman saya,
ini adalah cerita yang cukup berkesan
bagi saya, dan patut untuk dibagi
bersama pembaca lain. Saya menulis
ini juga karena tergerak setelah
membaca pengalaman-pengalaman
lainnya yang dibagikan kepada
pembaca. Untuk Rina dan Rini, maaf
kalau waktu itu aku sempat
menghilang (ganti nomer handphone),
karena punya pacar yang cemburuan,
tapi kalau sampai membaca cerita ini,
tolong email aku. Kalau mungkin kita
dapat bernostalgia lagi.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
TAMAT

Related posts