Cerita Dewasa Malam Syahdu

 

Cerita Dewasa Malam Syahdu. AKU BARU TIBA DIRUMAH. MALAM hudjan gerimis Sekali kali berhembus angin tadjam jang menusuk ketulang. Badanku kedinginan. Ke­tika aku membuka badju dan sepatu sekudjur tubuhku menggigil, Gigi kukatupkan keras-keras tetapi sia-sia Gigiku berdetak saling beradu. Tjepat kurebahkan diriku keatas dipan. Tetapi tubuhku masih tetap menggigil. Aku tjepat bangun kembali.

aku mengambil sebuah selimut tebal. Lalu kem” bali merebahkan keatas tempat tidur. Seluruh tubuh kubungkus dengan selimut tebal. Ternjata masih terasa dingin, Suara gemeretuk gigiku keras sekali Tiba-tiba Tante Noia sudah berada di- ambang pintu kamarku.

„Hendra, kau sakit ?”

„Ja Tante. ”

Tjepat tante Nora duduk disisi dipan. Pandangannja saju. Harum parfurn dari tubuh Tante menusuk hidungku. Aku menatap wadjahn ja. Pan­dangan kami beradu. Kemudian dia memalingkan wadjahnja. Dengan tangan kanan diangkat- nja selimutku. Dan suaranja sangat mandja dan meraju ket .ka berkata :

„Buka badjumu biar tante gosok dengan minjak matjan. ”

Baju kubuka. Daduku turun naik. Napasku tertalian-tahan. Aku tidur menelentang Djari djemari tante jang halus seperti tao’ji mengosok- gosok seluruh bidang dadaku Terasa enak Sesak napasku semakin berkurang Tante terus menggo­sok gosok. Kami tidak berkata-kata, Sekali lagi pandangan kami beradu. Dimataku, malam itu tante Nora mani s sekali.

Ia mengenakan badju tidur jang dibuat dari bahan sutera. Halus sekali. Ia tidak memakai

BH Bidji ma.ta.ku mampu menembus gaun tante jang amat halus itu.

Buah dada tante seperti buah pepaja masak tergantung. Masih tegang. Warnanja kuning langsat. Bibirnja merah djambu. Tante selalu memakai lipstik warna pink. Dan bibir itu basah mengkilap,

Bila ia tersenjum tampak sebaris gigi jang seperti gading. Rambutnja pandjang terurai kebahu. Se­bahagian lepas tergerai disebslah kanan. Ba.hu itu terbuka Kulihat pangkal lengan jang empuk. Lalu mataku menjusur kebawah. Dan berhenti pada pangkal buah dadanja Disitu agak melengkung. jelah-tjelah buah dada tante Nora melekuk indah. Lalu tante berkata :

„Enak Hen T’

„Napas tante mendesis diwadjah Njaman sekali. Harus napasnja menaikkan semangatku Aku senang. Tanpa kusadari tubuhku mulai panas. Napasku sudah teratur. Sesakku sudah mulai hilang Aku menarik napas pelan-pelan Tiada suara apa-apa didalam kamarku. Hening sepi Hanja suara gerimis hudjan djatuh dipelimbahan ter­dengar suara. photomemek.com Aku semakin senang Achirnja tante djuga jang mulai. Aku tak mungkin dapat melupa- kannja. Kami berpandang-pandangan. Aku ingin mengutjapkan terima kasih. Tetapi mulutku ter­katup. Aku tak mungkin mengatakannja Tante Nora mengerti. Pandangannja semakin saju. Lalu ia tersenjum seolah-olah berkata :

.„Kau tak perlu mengutjapkannja ”

Tangan tante Nora masih menari-nari didadaku. Tangan itu semakin nakal. Terasa semakin enak. Aku menarik napas dalam-dalam Maksudku menahan degupan djantungku jang semakin keras.

Sudah setengah djam. Suasana iklim diluaf tidak berubah. Hudjan gerimis terus turun. Titik hudjan terdengar djatuh digenteng rumah.

Iklim dalam kamar berubah Perubahan ini sedikit demi sedikit. Achirnja sakitku sembuh. Urat-urat darahku sudah semakin kentjang djalan- nja. Malah sangat sangat kentjang. Seluruh tubuh­ku terasa panas didjalari arus panas. Aku seperti kena listrik

Tiba-tiba aku meregang terasa enak enak sekali. Nikmat Tangan tante menjentuh .kepala “Onderdilku ” Tapak tangannja putih bersih. Djari-djemarinja lentik dan halus Aku menarik napas dan bergumam

Hnimmmmmm, sch.”

Tante Nora tersenjum Ia tidak berkata-kata la terus menggosok-gosok. Titik-titik peluh ter­gantung dipangkal buah dadanja, Napsuku naik. Harum farfum bertjampur dengan bau kerirgat. Pancaran matanja semakin tadjam. Sinar mata itu sudah berkata-kata. Aku mengerti. Aku pahara Tetapi aku diam. Kami sama-sama diam Kami sama2 mengerti. Kami biarkan suasana berkembang dengan sendirinja. Tante ahli betul dalam suasana seperti ini. la bertindak pelan2. Detik perdetik, pelan ia membangun suasana. Suasana semakin mesra

Tante merunduk.. Bibirnja hanja 5 cm djaraknya dari mulutku Tangan kanannja memegang bahuku. Aku sudah tahu apa jang ingin dibuatnja. Aku tidak perduli. Dan aku memang tidak per- duli. Aku mengikut sadja pada gerakan tanteku. Begini bisa kami lakukan. Begini pula kebiasaan jang kulakukan. Aku selalu menanti Tante Nora mengambil imsiatif. Aku djuga sudah mengerti tabiatnja. ia tidak senang bila aku rae-ronta2. Ia senang bila aku d:am Diam sadja dan bergerak sesuai dengan gerakan tante

Tante Nora merapatkan bibirnja kemulutku Deru napasnja semakin kentjang. Bibir kami ber­ada. Ia mengulum bibirku. Seluruh tubuhku se­perti kena struai Panas dingin rasanja Lama ia mempermainkan bibirku.

Harum mulutnja seperti bau buah sawo matang. Bibirnja lembut. Tetapi hangat. Tak ada kata2 jang tepat unfuk menggambarkan rasa ciuman itu. Mungkin hampir sama dengan mengu- njah permen karet jang baru dicelup dalam angur

Gerakan tante semakin lincah. Napasnja se­makin memburu. Butir butir keringat semakin banjak. Berkilau-kilauan ditimpa sinar lampu Pang kal buah d’idanja semakin turun naik dipenuhi nap su jang merangsang. Djari-djemarinja semakin linjah. Tangankupun muJai lintjah. Kuremas bagian-bagian tubuhnja jang dapat membangkitkan nap su. filmbokepjepang.com Pangkal lengan. Dan kemudian aku meremas buah dadanja. Lalu terus turun kepangkal paha nja Tang,nku mendjadi nakal. Tetapi tangan tan te lebih nakal lagi. Atau lebih tepat kukatakan djail. Kedjailan jang tak mungkin dihentikan.

Tubuhku terasa semakin panas. Semakin ha ngat. Tante sudah berada diatas dadaku. Tangan nja merangkul leherku. Ciuman-ciuman mesra di lancarrkannja. Semua nikmat Pandai sekali tante. Aku tidak merasakan puas sekaligus. Tetapi sedikit demi sedikit, setiap gerak di perhitungkan nja. Ia melakukan itu dengan kesadaran jang mendalam. Malah dengan perasaan. Ia seperti seorang seniman. Seniman pembangkit asmara.

Langit semakin hitam. Hudjan turun dengan deras Angin bertiup kentjang. Dahan-dahan kaju bergojang. Petir sambung-menjambung. Dari celah-tjelah djendela angin menerobos masuk kedalam kamar. Tusukan desau angin ketubuhku. Ka mar mendjadi dingin. Tante merapatkan pelukannja. Tubuhku terasa njaman. Desau angin dingin tak ber daja melawan kehangatan dari tubuh tanteku

„Hen, tante sajang padamu”.

„Aku djuga” djawabku jangan tinggalkan tante”

„Tidak tante” aku mendjawab sudah tidak sadar

Tuti sudah kulupakan. Sarna sekali tidak ber bekas dihatiku. Aku akui tante selalu menjenang kan. Tetapi bagai;mrna? Bagaimana jadinya? Ach aku tidak ingin berpikir pandjarg. Aku mgin mentjari kenikmatan malam ini. Kenikmatan jang diberikan tante. Se-kali2 masih terbajarg saat-saat mesra dengan Tuti. Tetapi kemesraan itu belum ppa2 djika dibandingkan dengan kemesraan jang kudapatkan dari tante. Timbul bimbang dihatiku. Apakah aku berhasil lari dari tante. Bisakah aku berbahagia dengan Tuti. Mampukah Tuti memberi kemesraan jang melebihi kemesraan jang kudapat kan dari tante Nora. Tetapi aku tidak bisa berpikir lagi. Tangan tante sudah mulai beimain didalam celanaku Kemudizn ia menatapku. Kami beradu pandang. Terdengar desiran napas. Napas kami se­irama seperti bersenandung lagu mesra cepat kubuka celanaku

Kupikir tante tentuakan langsung menerkam. Ternjata tidak Waktunja belum tiba. Demikian perhitungan tante Ia betul2 seorang seniman roman! ia tahu sugu tubuhku Belum tiba saatnja untuk menerkam. Tante semakin gesit Tangannja lintjah sekali bermain. Kali ini bar.jak bermain dibawah pusar. Ia belum membuka badju tidurnja Gaun itu masih tetap memisahkan tubuh kami.

,,Bagaimana perasaanmu Hen?” tanja tante mandja.

„Nikmat” djawabku singkat.

„Masih d.ingi.n” tanjanja mengudji.

„Panas” udjarku pendek.

Tante tertawa pingkal. Ia geli Geli mendengar djawabku Atau aku salah diga. Mungkin ia ter­tawa karena berhasil, Ia berhasil. Panas tubuhku hilang. Aku tidak bernafsu lagi. Suhu badanku mendjadi biasa kembali.

Dentum gledek memetjah alam. Kamar bergetar. Kami agak teikedjut. Hudjsn turun semakin , deras Butir-butir hudjan bergantungen dikatja. Aku terhaaru melihat. Butir-butir hudjan itu persis butir2 air mata Tuti.

Aku sebentar melamun. Tante sadar. Ia tahu, perhatianku terpetjah cepat ia mengambil inisiatip. Semakin gesit. Semakin lintjah. Ia berhasil. Aku kembali melupakan Tuti Herawati kekasihku.

Kedua paha tante sudah berada dia tas tubuhku. Gaun merah djambu itu masih memisah kami. Gaun itu amat tipis. Mungkin hanja seperseribu milimeter. Sekianlah djarak jarg memisahkan kami. Kami bergelut seperti anak ketjil. Seluruh tubuh tante bergojang-gojang Ketjupan bibirnja semakin bertubi-tubi. Uratku semakin menegang. Seluruh tubuhku seperti kena setrum ribuan kilo watt. Tanpa kusadaii “Onderdilku” meregang tegang. Berahiku memuntjak Aku memberi perlawanan. Lebih hangat Lebih gesit. Rupanja tante mengerti Ia sadar Kulit paha tante menjentuh ’’Cnderdilku” Ia tersenjum. Ia puas. Lantas ia melompat dari diprn terus membuka gaunnja. Kini tante telan- djang bukt. Bersih sekali tubuhnja Agak kemeiah- merahan. Persis seperti lilin jang sedang menjala. Pinggangnja ramping. Pangkal pahanja berisi penuh Buah pantatnja montok.

Tante tersenjum. ‘Ia nakal. Sebentar ia mem­peragakan tubuhnja didepanku. Seakan-akan se­orang peragawati lajaknja Tubuhku bergetar mena­han rangsangan. Tante tersenjum lagi. Rambutnja kusut. Berahi semakin memuntjak. Dan aku sudah tidak sabar lagi. Laluaku berkata :

„Matikan lampu, tante !”

„Biarkan njala’ ” udjarnja

„Aku malu ” sahutktr.

„Pada tante tak usah maJu2 ,r

Pelan2 ia menghampiriku. Ia membisikan se­suatu. Aku mengerti. Aku merobah posisi Sekarang tante berada dibawah. Tubuhku naik keatas tubuh nja. Permainan dimulai. Disaat itu aku terbajang film koboi, dimana dua ek.or kuda sedang mema­du tjinta.

Kuda betina meringkik. Mulutnja berbusa. Kuda djantan

menerkam dari belakang Si betina meringk.k lagi. Kuda djantan meringkik pula. Ia mengangkat kepala Mulutnja terbuka. Bmh me­leleh, Tampak barisan giginja jang kukuh. Kemba- li ia menerkam Si betina lagi Si dj jitaa men­dengus.

„Husshlihhh, hus.”

Kuda betina menendang. Kuda djantan me­nerkam lagi. Terdjadi kedjar mengedjar Bulu tengkuknja berdiri tegang. Kedua, binatang itu bertarung dltengah padang. Mereka bertarung bukan untuk mentjari kemenangannja. Tetapi pertarungan mentjari kepuasan Pertarungan mendjadi nikmat Tiba-tiba tante Nora mendengus keenakan ^

„Henn, aduhhhhh Hen, achhh.”

Ia merangkul lebih ketat. Ketat sekali. Tubuh nja meregang sebentar kemudian kaku. Kedua gigi­nja saling baradu menahan rasa nikmat Mulutnja terbuka. Bibirnja merekah. Tampak giginja jang seperti gading saling menekan Bidji ma.ta tante naik keatas. Alisnja terangkat. Lehernja tegang Satu tarikan napas dalam terdengar. Tante men­dengus lagi :

„Sssshhh, achhhh, uchhhh l’*

Suara pal’ng achir keluar dcri kerongkongan ‘Dalam sekali suara itu Suara jang keluar dengan tersendat-sendat. Dengus napasnja meninggi, tjepat dan memburu. Seperti napas kuda jang kelelahan, Napasnja semakin merendah. Lebih rendah. Lalu terdengar halus. Diam sedjenak. Suasana sepi. Uanja napas kami berduet mengikuti alunan dada Bidang dadaku turun naik Tubuhku tergeletak di sisi tante. Tante berbisik :

„Malam ini tante tidur disini sampai pagi,”,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

BERSAMBUNG

Related posts