Cerita Dewasa – Kampung di Tepi Hutan Jati

SLOT GACOR SLOT GACOR

Cerita Dewasa – Nanta sendiri hanyalah anak desa biasa, bapaknya Suhadi,45 tahun, seorang petani yang beruntung memiliki sawah yang lumayan luas. Ibunya Haryani,biasa dipanggil Yani, 35 tahun, hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Nanta sendiri sekarang kelas 2 di smu negeri satu satunya yang ada di kecamatan.

“Lukamu sudah sembuh nan?” tanya Suhadi bapaknya di tanganya tampak menenteng sebuah cangkul, rupanya akan berangkat ke sawah.

“Sudah pak.” jawab Nanta, Nanta masih ingat betul peristiwa naas 2 minggu lalu, siang itu panas terik, Nanta sedang menyiram halaman rumahnya yang berdebu ketika sebuah truk pasir melintas kencang dan melindas sebuah botol kratingdaeng “dokk!!” Nanta yang berdiri tegak di pinggir jalan semula tak begitu perduli sampai akhirnya ada rasa perih di selangkanganya ketika menengok ke bawah celana kolor yang dipakainya telah bersimbah darah.

Sontak ia berteriak minta tolong ibunya. Lebih parah lagi ibunya langsung pingsan melihat anaknya berdarah darah, untunglah ada 2 orang tetangganya yang melintas dan memberikan pertolongan, alhasil 4 jahitan harus diterima burung Nanta dan untungnya lukanya juga tak terlalu dalam,kalau di posisi tegang lukanya tepat di bawah kepala karena memang Nanta ga pernah pake cd dan pas ketika beling itu menggoresnya burungnya sedang menggelantung ke bawah.

“Bapak ke sawah dulu nan” pamit bapaknya yang sudah keluar dari halaman rumahnya.

“Ya pak.” jawab Nanta singkat, dipandangnya punggung bapaknya yang bergerak menjauh dari pandanganya, Suhadi berkulit hitam legam dengan otot otot kekar khas orang desa, tapi tubuhnya kecil dengan tinggi hanya 160cm, beda sekali dengan Nanta, anaknya di usia 18 tahun sudah 173cm dengan kulit sawo matang dan atletis.

Mungkin Nanta mewarisi gen ibunya, Haryani sendiri adalah wanita bongsor dengan tinggi 168,dan berat 65, dengan pantat dan dada nampak besar dan kencang, kulit kuning langsat,mata hitam lebar dan bening, hidung sedang gak terlalu mancung tp jauh dari pesek, bibir penuh dengan deretan gigi putih rapi.

Nanta sendiri sangat bangga dengan kecantikan ibunya karena memang di desanya hanya beberapa saja yang mampu sejajar dengan ibunya,baik itu kecantikan maupun kemolekan tubuhnya.

“Lukamu dah kering go?” tanya Haryani ibu Nanta dari ambang pintu dan sapu lidi di tangannya.

“Sudah kok bu.” jawab Nanta singkat.

Haryani terdiam sesaat sebenarnya ada ganjalan dalam hatinya yang ingin diungkapkan. Berawal dari percakapan dengan suaminya semalam. Suhadi rupanya khawatir kalau luka itu akan mengganggu kinerja dari burung anaknya.

“Kamu liat buk burung anak kita, masih normal apa tidak?” kata Suhadi malam itu.

“Liat bagaimana pak, lha wong tak bantu bersihkan lukanya dia tidak mau,tak paksa juga tak mau.” jawab Haryani.

“Ya dibujuk pelan pelan buk, aku lho kuatir, kalo burungnya tidak bisa dipake, trus siapa yang akan memberi kita cucu?” kata kata Suhadi masih terngiang di telinga,

Nanta adalah anak satu satunya, sudah beberapa kali sejak musibah itu Haryani meminta untuk membantu merawat lukanya tapi Nanta dengan tegas menolak ,dan rasanya percuma membujuk Nanta karena Haryani tau betul sifat anaknya,kukuh,ngotot dan keras kepala.

“Kamu mandi dulu sana.” kata Haryani dan mulai rutinitasnya membersihkan halaman rumahnya yang kotor oleh daun-daun kecil yang terbawa angin.

Nanta masih duduk di kursi kayu dengan santainya tp sepintas Haryani tahu kalau anaknya memperhatikanya, yang sedang menyapu, Haryani tersenyum dalam hati, akhirnya ia tahu apa yang harus di lakukan.

Nanta nampak gelisah duduk di kursi, bekas jahitan di burungnya terasa gatal, biasanya dia akan mengelus elus bekas jahitan itu bila dia sendirian di kamar, tapi ini di teras rumah dan ada ibunya.

Mungkin karena melihat ibunya rasa gatal itu muncul, wanita matang yg sedang menyapu itu telah lama menarik perhatian Nanta, meski dibalut daster panjang semata kaki tp bulatan dari buah pantat ibunya begitu menggoda, dadanya yang montok dan terlihat berat menggantung menambah rasa geli di burungnya, dan perlahan burung itu bangun dari tidurnya.

Nanta menaikan kedua kakinya ia tak mau ibunya melihat tenda di celana kolor yang dipakenya karena memang dia tak memakai celana dalam. Tak lama kemudian ibunya sudah selesai menyapu,halaman rumah nampak bersih dan rapi meski hanya berlantai tanah.

“Hehhh..”Nanta bernafas berat ketika ibunya sudah masuk rumah, dengan cepat ia membetulkan letak burungnya yang tersangkut di kolornya, sejak luka itu mulai sembuh seminggu lalu ada yang aneh dengan burung Nanta, sering kali tiba tiba gatal dan tegang bila melihat wanita dan sialnya di rumah ini ada wanita cantik yang selalu membuat gatal bekas luka itu.

Nanta sebenarnya jengkel juga dengan Bu Bidan Nurul yang menjahit luka di burungnya, jahitannya buruk sekali, benjol benjol dan berkedut, parahnya lagi sejak luka itu kering banyak bulu tumbuh di jahitan itu membuat penampilan burung Nanta jadi tambah mengerikan.

“Nan..Bantu ibuk nyuci ya0” ujar Haryani dari ambang pintu. Nanta menoleh dan “plass..” jantung Nanta seakan berhenti berdetak, ibunya telah berganti baju dan kini hanya mengenakan daster dengan potongan leher rendah, nampak sedikit belahan dadanya yang sesak berhimpitan ditampung oleh beha yang talinya terlihat berwarna hitam.

Daster itu juga terlihat begitu pendek hanya mencapai setengah paha, hingga paha kuning langsat dengan bulu bulu halus itu terlihat begitu menggoda.

“Kok malah bengong, ayo bantuin ambil air.” ujar Haryani lagi, terselip rasa bangga dalam hati Haryani melihat betapa anaknya yang muda dan ganteng tampak begitu terpesona melihat tubuhnya.
“I..iya bu, duluan deh tak habiskan kopi dulu.” jawab Nanta beralasan. Dia hanya tidak ingin ibunya melihat tenda besar di celana kolornya. Nanta menunggu sebentar ibunya menghilang di pintu dapur kemudian ngibrit ke arah kamarnya, mencari celana dalam dan memakainya.

“Aman deh, kalo gini kan ngaceng gak begitu kliatan.” pikir Nanta sambil tersenyum mesum.

Bergegas Nanta ke belakang, nampak ibunya sedang merendam baju baju kotor ke dalam sebuah ember plastik besar. Halaman belakang rumah Nanta sudah dipagar tembok setinggi 2 meter, dan sebuah sumur dengan kerekan ada di sudut kanan dimana Haryani, ibunya sedang mencuci baju disitu, rimbunan pohon mangga membuat tempat itu selalu sejuk walaupun matahari mulai bersinar terik.

“Ini diisi penuh, Nan.” kata ibunya sambil mengangsurkan 2 ember plastik besar ke arah Nanta yang sudah memegang tali kerekan sumur.

Nanta mulai menimba air, ibunya tepat disampingnya hanya terhalang 2 ember plastik, Haryani sendiri duduk diatas dingklik (bangku kecil dari kayu).Dasternya yang rendah tentu saja tidak dapat menutupi paha mulusnya, kuning langsat dengan bulu bulu halus, bahkan beberapa kali Nanta dapat melihat kearah celana dalam yang sedang dipakai ibunya.

“Sudah Nan, jangan terlalu penuh, bantu ibuk ngucek ya.” kata Haryani.

“Ya buk.” jawab Nanta singkat sambil menyeret dingklik dan duduk di depan ibunya, ia lalu mengambil kaos kotor di rendaman dan mulai menguceknya dengan sabun. Mereka duduk berhadapan, Haryani duduk didepan anaknya dengan kaki terbuka lebar, paha mulusnya tampak berkilau karena beberapa kali terpercik air sabun.

“Ini gila.” bisik suara hati Haryani, ia tahu anaknya bahkan bisa melihat rimbunan rambut dimemeknya karena memang celana dalam yg dipakainya juga tipis, ini tabu dan memalukan..tapi ada perasaan aneh membuainya dalam birahi yang memabukkan.

“Ssekolahmu kapan masuk, Nan?” tanya Haryani sambil menunduk mengucek gamis yang kemarin dipakainya buat arisan PKK.

“Masih seminggu lagi, Buk.” jawab Nanta. Sekolah memang sedang libur panjang kenaikan kelas. Nanta begitu terpukau dengan paha paha mulus di depannya, begitu halus, begitu mulus, begitu dekat hanya sejangkauan tangan dan hebohnya Haryani, ibunya tak berusaha menutupi auratnya yang terbuka.

Burung Nanta menggeliat geli dan perlahan mengeras kokoh. Walaupun sudah tertutup cd tetap saja bayangan kontol besarnya tetap tercetak di celana kolornya. Nanta membuka kakinya,

“Ibu saja gak malu, kenapa aku harus malu?” pikirnya.

Haryani melirik sepintas ke selangkangan Nanta, tampak senyum kecil disudut bibirnya, “Anakku masih bisa ngaceng, tapi apa iya sebesar itu?” pikir Haryani karena melihat bayangan mentimun besar di selangkangan anaknya.

“Kamu pacaran sama Dini ya?” tanya Haryani sambil meneruskan ucekan yang tinggal 2 buah sarung milik suaminya.

“Gak buk, memang ibuk dengar dari siapa?” jawab Nanta balik bertanya, mata ibunya yang selalu tertunduk pada cucian, membuat mata Nanta berpesta pora menikmati mulusnya bagian bawah tubuh ibunya.

“Dari ibu ibu pas belanja di depan.” jelas ibunya. Depan rumah Nanta tiap jam 5 pagi memang ada penjual sayur keliling yang selalu ramai dengan ibu ibu. Dini sendiri adalah adik kelas Nanta dan juga tetangga berselang 5 rumah.

“Halah cm isu buk, eh sarungnya biar Nanta ucek, ibuk yang bilas.”

Haryani menyerahkan sarung yang baru mau diuceknya, berdiri dan mulai membilas pakaian yang telah diucek dengan sabun, ember yang rendah membuatnya harus membilas dengan posisi menunduk rendah.

Nanta terkesiap potongan daster yang rendah itu membuat buah dada ibunya seakan mau loncat keluar, kutang hitam itu seakan tak cukup muat untuk menampung buah dada Haryani yang menggelembung indah. Nanta mengernyit, ada sedikit nyeri di bekas luka karena kontolnya sudah tegang setegang tegangnya.

Ingin rasanya dia menjangkau dan meremas remas daging menggiurkan itu.

“Hadeuh gila bener mulus dan guede susumu buk..”bisik Nanta dalam hati.

“Buk dasternya baru ya?” celetuk Nanta tiba tiba. Haryani terkejut dan sekejap merah mukanya karena malu.

“Gak nak, daster jelek gini, bapakmu yang gak suka kalau ibuk pakai siang hari..” jawabnya.

“Bapak katrok sih, Ibu pantes dan cantik kalo pake baju ini.” jawab Nanta sebenarnya dia ingin bilang sexy tapi takut nanti ibunya tersinggung.

“Sebenarnya ibuk juga suka daster ini, gak ribet juga isis adem, malah ibuk punya 2, yang ijo ini sama merah di lemari, kainnya juga halus.. “jelas Haryani.

“Masa sih..?” ucap Nanta setengah tak percaya,ia mengelap tanganya yang berlumur sabun dengan bagian belakang celana kolornya.

Kemudian dengan berani menjangkau sisi samping buah dada ibunya dengan pura pura merasakan kehalusan bahan kain daster itu.

Haryani terkesiap, darahnya berdesir, anak kandungnya berani dan dengan sengaja menjamah susunya, meski hanya bagian samping luar tapi tetap sensasi itu terbawa ke memeknya yang mendadak geli dan mengeluarkan cairan kental hangat, Haryani tahu celana dalamnya telah basah dibagian depan.

Nanta sendiri sudah tak kuat lagi, selesai ucekan terakhir sarung bapaknya, Nanta langsung mengakhiri acara mencuci penuh nafsu itu, pergi ke kamar dan mengocok burungnya sambil menghayal ngentot dengan ibunya.

“Nanta gimana buk?” tanya Suhadi pada istrinya, malam telah larut diluar hanya terdengar suara jangkrik dan belalang, Suhadi sendiri telah berada di atas dipan memeluk tubuh montok istrinya.

“Aku mesti gimana pak..Aku bantu merawat lukanya,dia gak mau.” jawab Haryani lirih, entah kenapa dia berbohong, padahal ia yakin betul bahwa kontol anaknya normal bahkan lebih dari normal untuk ukurannya.

“Ya bu’e usaha gimana gitu, biar hatiku tenang kalau tahu anak kita masih normal itunya.” jawab Suhadi sambil meremas remas lembut susu istrinya.

“Usaha gimana pak caranya?” tanya Haryani pura pura bodoh, sambil menikmati tangan kasar suaminya yang menjamah susunya.

“Mosok kalau Nanta bu’e pameri susumu gimana? Kalo gak ngaceng berarti anak kita impoten”.
Haryani sejenak kaget dengan ucapan suaminya, “Pak’e ini ngawur saja, aku ini ibunya, wes gak mau aku.” jawab Haryani beralasan.

“Lha gimana lagi buk?” Suhadi menggumam lirih. Haryani terdiam ia membuka kakinya ketika Suhadi menarik ujung bawah dasternya, suaminya menindih dapat dirasakanya ujung kontol Suhadi mencari jalan kepintu lembab memeknya dan “sleeb” rasa nikmat menjalar dari selangkanganya ketika suaminya mulai mengayuh perahu cinta mereka, namun tak lama semua berakhir dengan guyuran kental hangat di lobang peranakanya.

Suhadi terguling ke samping, Haryani sendiri segera bangkit dan membersihkan dirinya di kamar mandi ketika balik ke kamar suaminya sudah pulas. Dengan sedikit jengkel diapun ikut merebahkan diri di sampingnya.

“Gak gerah buk, pake baju kaya gitu?” tanya Nanta pada ibunya yang berdiri di ambang pintu. Bayangan bapaknya yang pergi ke sawah baru saja menghilang di telan rimbun pohon pohon di pematang sawah.

“Gerah juga,bapakmu sukanya gini kok.” jawab ibunya sambil memandang daster panjangnya yang menutupi mata kaki.
“Kamu dah sarapan, Nan?” tanya ibunya.
“Belum buk, ibuk sudah?”

“Belum juga, yuk sarapan bareng.” jawab Haryani sambil menggamit tangan anaknya agar berdiri, sekilas dilihatnya guncangan benda besar di kolor anaknya ketika bangkit berdiri.
“Sambelnya ambil dulu di dapur, ibuk tak ganti baju yang enak.” ujar Haryani.

Nanta sendiri kemudian melangkah ke dapur, mengambil sambil dan duduk menunggu ibunya di ruang makan.

Dia sampe terbelalak ketika ibunya muncul di ruangan itu, dengan daster mini seperti kemaren, hanya sekarang warna merah, rambutnya hitam, panjang yang tadi diikat ala kadarnya kini terurai, rambut Haryani lurus alami.

Nanta baru menyadari betapa indah rambut ibunya, biarpun tak pernah kesalon untuk rebonding tapi rambut ibunya begitu lurus indah alami. filmbokepjepang.com Dan yang lebih mendebarkan lagi tak ada tali kutang di pundak ibunya, ya benar ibunya tak pake kutang,putingnya nampak membayang di balik kain bajunya. Nanta melongo.

“Kamu kenapa nak?” tanya Haryani yang melihat anaknya ternganga. Sengaja ia tadi melepas kutang karena ingat saran suaminya semalam.

“Ibuk cantik banget.” jawab Nanta spontan.

Haryani merasa melambung bangga, ia tahu anaknya memperhatikan susunya yang tak berkutang, tatapan Nanta seakan menyusuri setiap inchi demi inchi tubuhnya. Haryani tahu, putingnya mengeras dan sekarang tonjolan puting itu begitu kentara membayang dibalik kain dasternya. Haryani berlama lama berdiri dengan alasan membuka tutup nasi dan sayur, ia merasa hangat dengan tatapan buas anaknya di sekujur tubuhnya.

“Biar Nanta yang ambilin buk.” tawar Nanta ketika melihat ibunya akan mengambil nasi.

Nanta bangkit sontak kontolnya yang ngaceng tegak berdiri membuat tonjolan tenda besar di kolornya yang tipis. Haryani terbeliak kaget dan dengan mulut menganga matanya memandang lekat tenda besar di kolor anaknya, Haryani yakin kontol anaknya ini 3x lebih besar dari milik suaminya.

“Ada apa buk?” tanya Nanta ada perasaan bangga memamerkan kontol 17cm miliknya, meski masih di balik kolor.

“Gak da pa pa.” jawab Haryani singkat, mukanya merah karena malu.

Mereka berdua sarapan dengan diam karena larut dengan pikiranya masing2. Nanta masih takjub dengan penampilan ibunya pagi ini, ia seperti melihat gadis umur 20 tahun dan bukan ibunya yang sudah 35 tahun.

Selesai sarapan Haryani memulai aktifitasnya di dapur untuk memasak buat makan siang, Nanta yang sudah ngaceng berat melihat penampilan ibunya mengekor dari belakang.

“Kamu kok ikutin ibuk terus,gak maen sama sobatmu Joko itu?” tanya ibunya, Joko adalah teman sekelas Nanta dan juga tetangga mereka.
“Joko juga jarang keluar buk, kalo tak ajak keluar,malas katanya”
“Ya maen sama dini pacarmu itu”
“Malas, enakan di rumah sama ibuk”
“Kok bisa?” tanya Haryani, sambil mencuci beras.
“Abis sekarang ibu cantik dan sexy.” jawab Nanta sambil tersenyum mesum.

“Berarti dulu gak cantik donk?” jawab ibunya cepat.
“Ya gak juga, dulu juga cantik tapi kan ibuk dulu tertutup terus pakaianya.”
“Kamu suka ya ibuk pake begini?”
“Suka banget buk, Nanta janji kalau ibuk pake sexy, Nanta gak akan keluyuran lagi.” janji Nanta karena ingat ibunya selalu marah jika ia keluyuran gak jelas.
“Tapi kalau bapakmu tau ya pasti marah Nan.” ucap ibunya sambil menyalakan kompor.

Nanta dengan cepat mengambil panci yang sudah berisi air, posisi mereka yang berdempetan dan kompor yang agak tinggi membuat sikut joko menempel di susu ibunya, dan ia berlama lama memegang panci itu.

“Kamu ngapain nyikut nyikut susu ibu?” tanya Haryani tapi juga tidak berusaha menghindarkan susunya dari sikut anaknya.
“Habis susu ibuk gede banget.” jawab Nanta polos.

Kontolnya sudah tegak tegang dan mencucuk cucuk pantat ibunya. Nanta sudah tidak tahan lagi tanganya lalu meraih susu besar ibunya dan meremas remas lembut. photomemek.com Haryani kaget dengan keberanian anaknya tapi ia berusaha berlaku sewajar mungkin tanpa menepis tangan Nanta, ataupun menghindar dari mentimun besar yang menempel di pantatnya.

“Sudah ah, ibuk repot, kamu ini pegang pegang ibuk, sedang kontolmu sakit, ibuk gak boleh liat.” ujar Haryani.
“Owh itu, habis Nanta malu buk, tapi sekarang sudah gak buk, kan ibuk juga boleh susunya Nanta pegang.”
“Aku kan ibukmu Nan, masa sama ibuk sendiri malu, ibuk kan jadi sedih”

“Iya maaf buk..” jawab Nanta sambil memeluk ibunya dari belakang, hidungnya dibenamkan di leher ibunya yang sedikit berkeringat, sementara kedua tanganya menangkut gundukan lembut nan kenyal di dada ibunya.

“Sudah Nan, sibuk ini.” ucap ibunya pelan sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan anak kandungnya.
“Sekarang sudah gak malu lagi buk.” kata Nanta sambil melepas celana kolornya.
“Astaga.” pekik Haryani spontan, kontol Nanta kini terbuka dengan gagahnya, coklat tua panjang 18cm dengan diameter hampir 4cm, sehingga kontol itu terlihat panjang sekali. Haryani melongo teringat kontol suaminya yang kecil mungil.

“Sebenarnya sudah gak sakit, tapi gatal sekali buk bekas jahitannya.” Nanta kemudian duduk di meja dapur, Haryani melonggo.
Dia hanya diam terlongong, di depannya kini tegak menjulang kontol muda yang kokoh dan menggiurkan.
“Pegang donk buk..” perintah Nanta dan membawa tangan ibunya ke arah kontolnya.

Haryani masih terkesima kontol itu kini dalam genggamanya,terasa hangat dan berkedut,bekas jahitan itu terasa sedikit kasar, dan reflek jari jari Haryani mengocok kontol anaknya.

“Enak buk..Terus.” lenguh Nanta yang merasa nikmat, Haryani seakan sadar dan melepas genggamanya tapi Nanta dengan sigap menggenggam tangan ibunya agar tetap melingkari kontolnya.
“Kalo sudah sembuh ya sudah nak, mau apa lagi?” ucap Haryani sambil mengocok pelan pelan kontol anaknya, dadanya bergemuruh oleh nafsu.
“Buk, Nanta boleh liat susu ibuk?” pinta Nanta,tapi tangannya sudah meremas remas lembut susu ibunya.

Haryani diam tapi tangan kirinya bergerak menjangkau leher bajunya yang rendah dan ternyata molor, menariknya ke bawah dan meloncat dua gunung lunak nan empuk, padat dan halus, putingnya tegak dan sedikit panjang.

“Susumu gede dan montok Buk.” puji Nanta sambil mengusapi dada ibunya, Haryani menggelinjang. Tangan itu begitu halus beda sekali dengan tangan Suhadi suaminya yang kasar karena tiap hari bergelut dengan cangkul.
“Buk Nanta boleh pegang memek ibuk?” pinta Nanta polos seakan tanpa dosa.
“Jangan nak, aku ini ibumu, sebenarnya ini sudah terlalu jauh.” tolak Haryani tapi tetap membiarkan tangan anaknya yang terus meremas dan mengusapi susunya.

“Sudah ya nak, nasinya mau tumpah tu.” kata Haryani sambil melepaskan genggaman di kontol anaknya karena melihat beras yang direbusnya sudah mendidih dan sebagian tumpah membasahi kompornya.

Nanta terlihat sedikit kecewa, dia turun dari meja dapur dan keluar dari dapur, masih dengan tanpa celana ia menuju ruang tamu dan mengunci pintu depan trus kembali lagi ke dapur, dilihatnya ibunya masih sibuk menanak nasi. Nanta mendekat dan mengusap usap pantat ibunya dari belakang.

“Ibuk masih sibuk nak.” keluh Haryani tapi juga membiarkan tangan anaknya bermain di bokongnya. Nanta tersenyum ketika tanganya menyelinap masuk di daster ibunya dan merabai pantat bulat itu, ibunya tak pakai celana dalam.
Haryani menggelinjang jari jari anaknya kini hinggap dipermukaan vaginanya dan merabai jembutnya yang rimbun dan lembab.

“Nanta sudah dong, ini ibu nak.” pinta Haryani tapi juga tak ada gerakan yang menolak perlakuan anaknya yang menjamahi aurat paling terlarangnya.
“Gak adil buk, ibuk kan sudah pegang pegang kontol Nanta.” jawab Nanta bergetar suaranya oleh nafsu, dengan lembut dia menarik pantat ibunya kebelakang dan mendorong pelan punggung ibunya agar menunduk, kini Haryani sudah berdiri dengan posisi nungging dan tangan berpegangan pada meja dapur.

“Jangan nak..Aku ini ibumu.” ucap Haryani lemah ketika kaki Nanta menggeser kaki kananya agar mengangkang lebih lebar, nanar Nanta memandang vagina itu, jembut ibunya begitu lebat hingga menutupi pintu nikmat itu,

Nanta menyibakkan jembut dan membuka vagina ibunya, merah dan basah itilnya tegak runcing dan kaku seakan menanti sentuhan jari jari Nanta, lembut ia mengusap itil itu, Haryani menggeliat lututnya seakan lumpuh oleh sentuhan itu tubuhnya melorot jatuh dan kini ia telungkup bertumpu lutut yang terpentang lebar, mengekspose vagina dengan vulgar di depan wajah anak kandungnya.

Seumur hidup Nanta baru kali ini melihat dan memegang vagina. Jari jarinya gemetar ketika perlahan jarinya menyusup ke dalam panas lobang vagina itu, Nanta takjub dari lobang ini ia lahir ke dunia,tapi kenapa begitu kecil dan sempit. Vagina itu juga sangat basah, Nanta perlahan mendorong jarinya keluar masuk.

“Owwh enaknya..” lenguh Haryani parau, sensasi bahwa yang mengerjai vaginanya adalah anak kandungnya membawa Haryani ke gairah tertinggi yang pernah dirasakan olehnya.

Sampai sebuah sensasi aneh membawa gelombang nikmat yang belum pernah dirasakan oleh Haryani.

“Aarggh..Enaknya tempekku.” Haryani terhentak hentak oleh gelombang nikmat itu,sesuatu yang hangat, basah, kasar tapi lembut dan hembusan udara panas terasa membuai selangkangannya bahkan terasa juga menggelitik lubang anusnya..

Haryani mengernyit nikmat dan penasaran dengan sensasi yang baru dirasakanya seumur hidup, ia mengangkat kepalanya untuk melihat apa yang telah dilakukan anaknya.

“Astaga ..Nanta jangan nak tempek ibu kan kotor..” ceracau Haryani berusaha menghindari mulut anaknya yang memporak porandakan vaginanya.

Tapi Nanta sudah siap dengan menahan punggung ibunya agar tetap pada posisi itu. Haryani mengerang panjang itilnya terasa pecah oleh nikmat ketika Nanta menghisapnya. Sumsum di tulang tulangnya seakan berkumpul menumpuk mencari jalan keluar dan dengan dahsyat menyembur keluar menjadi orgasme yang maha dahsyat.

“Aaarggh..Ibuk ke..luarrr..Uuughh.” Haryani menggapai berusaha mencari pegangan.

Aliran air maninya seperti bendungan yang tiba tiba ambrol dan Nanta terus menghajarnya dengan sedotan kuat di itil ibunya. Haryani merasa ada angin dingin yang ikut tersedot dari ubun ubunnya mengalir lembut dan nikmat sampai ke vaginanya yang terus menyemprotkan cairan nikmat. Haryani lumpuh, tubuhnya menggelosoh telungkup dan terhentak hentak kecil sisa sisa orgasmenya.

Nanta memandang takjub pada tubuh ibunya yang telungkup di lantai dapur, suara desis air mendidih menyadarkanya, segera dimatikanya kompor, ibunya sudah berbalik terlentang, matanya sayu dengan tatap mata seribu arti, Nanta menunduk dan melumat bibir ibunya yang disambut dengan lumatan lemah bibir kenyal itu.

Nanta membopong tubuh ibunya ke kamar dan membaringkanya di ranjang, lemah dan pasrah, bajunya awut awutan, kakinya terbuka lebar, Nanta bergerak menindih ibunya.

“Ibuk masih ngilu nak.” ucap Haryani parau.

“Kontolku gatel buk, pingin ngrasain tempekmu.” bisik Nanta di telinga ibunya. Kontolnya diarahkan ke vagina ibunya, Nanta yang memang belum pernah bersenggama nampak kesulitan mencari jalan nikmat di vagina ibunya.

Haryani lalu membantu mengarahkan kepala gundul itu ke lobang peranakanya. “sleep..” kepala gundul itu telah masuk ke lobang nikmat Haryani, mata membeliak, vaginanya seakan mau robek, kontol itu terlalu besar baginya karena memang kontol yang biasa menyusuri lorong vaginanya cuma milik Suhadi yang sangat kecil.

“Pelan pelan nak..Kontolmu gede banget.” bisik Haryani sambil menahan ngilu di vaginanya.

Nanta merasakan betapa jepitan kuat, tapi lembut dan hangat terasa di kepala kontolnya, perlahan dia mendorong kontol panjangnya di peranakan ibunya. Haryani merintih lirih vaginanya terasa penuh sesak sensasinya sungguh memabukkan jarinya mencengkram erat sprei kasur itu dan serr..Serr..

Gelombang orgasme kedua melandanya dengan cepat. Tubuhnya berkelojotan dan terhentak hentak, Nanta merasakan betapa jepitan itu semakin kuat tapi juga lobang itu semakin licin, dengan sekali hentakan ia mendorong masuk sampai semua terbenam di vagina ibunya.

Haryani merintih pelan, matanya terbeliak hingga hanya terlihat putihnya saja, perutnya terasa sedikit mulas karena kontol itu terlalu jauh masuk di rahimnya. Haryani lemas, rasa nikmat memabukkannya, pasrah.

“Tempekmu uewnake buk.” bisik Nanta di telinga ibunya, perlahan ia mencabut kontol di benaman vagina ibunya yang kuat menjepit, mendorongnya lagi, sekali, dua kali, tiga kali, berkali kali sampai Nanta merasa lancar dan semakin licin, Nanta terus menggenjot dengan kecepatan tinggi, cepat dan kasar tanpa jeda.

Ia seperti gila dengan lobang vagina yang begitu nikmat. Haryani sendiri sudah tak berdaya. Bombardir kontol di vaginanya membawa Haryani ke alam nikmat yang tak pernah dirasakanya selama ia berumah tangga, tubuhnya lemas dengan hentakan hentakan kecil orgasme panjangnya.

Sampai akhirnya tangan anaknya erat mencengkram pantatnya dan menghunjamkan kontol itu sedalam dalamnya. Haryani menjerit, Nanta menggeram gumpalan lengket dan panas meluncur menerpa dinding dinding rahim ibunya.

Bertubi tubi cairan itu membombardir rahim Haryani. Haryani menggigit pundak anaknya,memeluknya erat. Orgasme yang panjang benar benar melumpuhkanya tubuhnya lemas. Nanta mencabut kontolnya yang terasa ngilu di jepitan vagina ibunya. Keduanya terdiam meresapi sisa sisa nikmat. Lelah. Lelap,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts