Cerita Dewasa Bimbang

Cerita Dewasa Bimbang. HATIKU DALAM KEADAAN BIMBANG Aku harus memutuskan mengambil satu djalan – Satu djalan menudju tante Satu lagi djalan menudju Tuti herawati. Aku harus mengenang kembali kisah hidupku. Sedjak ketjil aku sering di mandja. Ketika aku sudah dewasa, tante lebih lagi memandjakan diriku. Ia senantiasa tersenjum Tante tidak pernah berang. Aku diasuhnja dengan lemah-lembut dan kasih-mesra, Sesudah dewasa kebutuhanku bertambah, aku butuh kepuasan djasmani. Inipun dipenuhi tante Aku puas. Memang, tante senantiasa memuaskan.

Sebenarnja tante adalah “istriku”, Kami tinggal di satu rumah Kadang tidur disatu dipan

Kami makan bersama-sama Dan kami saling me­ngerti. Kami tahu sama tahu. Kami sadar hidup kami tak ubahnja seperti hidup dua orang suami is teri Tetapi kami tidak menikah setjara resmi. Tan te tidak pernah mempersoalkan masalah itu. De ngan sendirinja akupun diam Dan tante sering-se ring meng itakan hidupnja senantiasa berbahagia di sampingku. Dan diriku mentjegah tante untuk ka win lagi. Ia lebih senang tinggal tetap mendjadi djanda.

Rahasia diantara kami berdua kusimpan baik2′ Tantepun begitu Tidak seorangpun diantara kena lan dan tetangga jang menuduh kami berbuat se­rong. Maksudku setjara terang-terangan Omong- omong dan bisik-bisik dibelakang kami memang se ring djuga sampai ditelingaku. Tetapi semuanja ha nja tinggal sebagai desas desus sadja. Laraa kela- maan dilupakan orang. Sebegitu djauh. bukti-buk ti jang dilihat mereka tidak ada jang memperkuat tuduhan itu. Ja, itulah rahasia kami berdua. Raha sia hidupku dan rahasia hidup tante Nora

Disamping aku berhubungan erat dengan tante, akupun mengidakan hubungan dengan remadja remadja jang seusia denganku, Hubungan ini kubi kin sekedardar petengah waktu dan. untuk menutupi perangai kami sebenarnja supaja desas-desus jang bu kan2 tidak ada Dan harus kuakui dadaku penuh dengan gedjolak djiwaku remadja. Aku masih ter pantjing dengan wadjah-wadjah tjantik manis dari para remadja. Tante Nora mengerti Tetapi dia senantiasa mengawasi Bila hubungan sudah men djadi sangat akrap maka tante Nora segera memu tuskannja. Perangai ini tidak diperlihatkan setjara

terang-terangan: Ifante senantiasa berhasil, Achirnja aku harus kembali kedalam pelukannja Dan meninggalkan kekasih reoladja jang baru kuberi tjinta

Bagaimana dengan kekasihku Tuti Herawati? Tuti djuga punja kelebihan-kelebihan Ia djuga dapat berlaku mandja. Ia djuga menarik. Dan dia djuga pandai meraju. Namun, aku masih tetap bimbang untuk hidup disisinja seratus persen.. Benarkah aku tjinta kepadanja? Inilah jang sulit kuijawab. Aku hanja mengerti difinisi tjinta dari tanteku. Hanja itu jang kuketahui. Mungkin tante djuga benar ketika mengatakan :

„Kau tidak sungguh2 Hendra !”

Mungkin tante benar Benar sekali. Aku tidak punja rasa tjinta kapada orang lain, tjintaku sudah kuserahkan seluruh kepada tante. Kr.laupun aku mentjintai seorang jang lain, tjinta itu tidak mem­bara seperti kisah tjinta dengan tante Aku dan tante sudah sedjiwa. Aku dan tante sudah satu hati Biarpun raga kami tidak saling berdekatan tetapi hati kami tetap bermesraan. Dalam ke­adaan begini muntjul Tuti Herawati dihatiku. Mung­kinkah Tuti mampu memisahkan hidupku dengan tante ? Aku masih bimbang.

Malam terang bulan. Aku menjetlr mobil sendiri kerumah Tuti. Setengah dalam perdjalanan baru aku tiba disana. Tuti menjambut gembira Kami duduk ditaman Suasana indah Disekeliling daun-daun hidjau. photomemek.com Sebuah pohon rindang tumbuh disudut taman. Sinar bulan menembus daun-daun pohon. Dan menimpa wadjah Tuti. Blbirnja ber­kilau Bola matanja bertjahaja. Tuti lebih tjantik dari biasa. Ia mengenakan rok warna violet. Rambutnja dibiarkan terurai melewati bahu.

Pada bagian tengah kepalanja dibelah dua. Mode begini sering kulihat dalam film. Paling sesuai buat gadis berwadjah spanjol. kulitnja putih kemerah-merahan. Bola matanja bundar dan hitam pekat. Alisnja tebal. Dan pinggangnja ramping.

„Hen, kau tidak gembira malam ini. ”

Tuti memetjah kesunjian. Memang aku belum bitjara sepatahpun. Aku terperandjat. Tjepat aku berpaling. Kutatapbola mata Tuti. Ia memandang heran. Sungguh pertanjaan Tuti tidak kuduga sama sekali. Kemungkinan dia tahu isi perasaanku. Atau, mungkin ia mampu membatja isi benakku. Entah­lah ! tjepat kudjawab :

„Ach tidak, tak apa2.”

Aku sadar pikiranku senantiasa mengingat tante. Tak mungkin dia kulupakan. Ragaku sudah disisi Tuti tetapi anganku pada tante. Tjelaka. Tetapi sebaliknja Tuti belum bisa kutinggdkan. Hatiku terpetjah dua. Sekeping buat tante. Se­keping lagi untuk Tuti. Kembali aku sadar. Tuti pasti tidak bisa memisah hidupku dengan tante Ia tidak mampu. Memang Tuti punja kelebihan. Pada jang menondjol pada pembawaannja. Tetapi achirnja aku harus memilih tante. Terpaksa be­gitu. Dan memang begitu.

Puluhan tahun tante mengasuhku. Puluhan tahun tante Norfi meninggalkan kenang-kenangan mesra. Dan puluhan tahun tante mengisi hatiku. Hati jang selalu haus^ akan kasih sajang. Mungkin

kah Tuti menghapusnja ? Mungkinkah ……………………

gadis jang baru kukenal 6 bulan ini memupuk ke mesraan tante dihatiku ? Semua pertanjaan in’ melingkar-lingkar di otakku Lain lagi kata hatiku. Hatiku sudah berat meninggalkan tante Tapi ku­paketkan djuga berhubungan dengan Tuti. Hanja sutu jang belum kuakui pada Tuti, aku mentjintai tante. Ia sebagai ibuku, ia sebagai isteriku, ia se­bagai pengasuhnja achirnja tante djrga sebagai ke tj.ntaanku. Sekali lagi Tuti iriemetjah kesunjian.

.,Malanl ini kau banjak diam Hen, Ada apa sih T’

Kulit keningku berkerut. Aku tjepat berpikir ba’.wa Tuti sedang berpikir tentang diriku. Tentu di bertanja mengapa aku tiba-tiba ‘ g obah Satu pjitanjaan jang sukar di djawab. Kuctjawab s i h, tidak kudjavvab djuga salah. Bila kudjawab jang sebenarnja tentu terdjadi pertengkaran. Apa guna nja bertengkar Tuti memang tidak bisa disalahkan, Akupun tidak ingin dipihak jang salah, Atau tan te Nora? Tante Nora bersalah? Kupikir diapun tida.k bersalah Ia lebih dahulu merebut hatiku. Ti dak ! Tanteku djuga tidak bisa disalahkan. Tidak perlu meiujari kambing hitam Semua sudah ter­djadi. Semua sudah berlangsung. Dan semua ha­rus diselesaikan. Tidak mungkin! Ketjuali aku ha rus melukai hati salah satu diantara mereka. Tan­te Nora atau Tuti Herawati, Demikianlah kebimbanganku Aku belum mampu ambil keputusan.

Kutatap bola mata Tuti Tuti tidak menjerah. Ia malah melawan. Sorot mata Tuti tadjam sekali. Persis seperti pisau. Sekali lagi kupandang dia. Ka mi s: 1 ng menatap Air mukanja murung. Ada ke inginanku untuk menghibur Tuti. Tetapi bagaima­na ? Aku sendiri sedang murung.

Aku tidak mampu diriku sedang bimbang. Aku sedang berada dipersimpangan djalan. Pertarungan dalam hati belum selesai Malah aku sendiri butuh pertolongan. Kepada siapa ? Pada TUti? Tidak mungkin. Lebih tepat pada tante. Tapi inipun belura kuputuskan kembali kepada tante artinja me­ninggalkan Tuti Herawati,

Benakku semakin pusing Soal itu keitu djuga jang ber-putar2 diotakku. Aku djadi kesal Tjepat aku berdiri lalu berkata •:

„Tuti aku pulang dulu Kepalaku pusing. ” Tuti melongo Ia seperti orang bodoh Heran dia melihat diriku. Ada usahnja untuk ikut tjampur tapi tidak kuberi kesempatan. Tuti seperti orang dungu mengikuti aku dari belakang. la sudah tidak ingin lagi menahanku. Malam jang demikian tjerah tidak ada artinja bagi Tuti. Ia sudah meng­harap malam terang bulan dia akan berkasih mesra dengan patjarnja Hendia-diriku AcLirnja hampa Segala harapannja teibang, Tuti masih dji’ga meiorgo melihat aku masik alam mobil Ia masih masih melambaikan tangan ketika aku berangkat Derum mobil bergema. Mobil melun- tjur meninggalkan rumah Tuti

Kulihat djam tangan. Sudah pukul 10 malam. Kemana aku sekarang pulang ? Djangan ! diriku mendjawab sendiri. Aku belum ingin pulang Mobil kubelokan kekiri. Aku menudju sebuah bar restoran. Tidak lama aku tiba. Dengan sebuah tekanan re m aku tiba didepan bar itu. Lampu neon berkedip. Tjepat mataku membatja „Snack- bar

Aku melompat keluar mobil. Seorang pelajan mengangguk.

Suasana remang-remang Tidak terlalu ribut. Pengundjung bitjara pelan-pelan. Lebih tepat ku­katakan berbisik Tamu tidak terlalu banjak, Ssmua medja lebih kurang 50 buah. Sebahagian besar terisi, Umumnja tamu2 membawa pasangan. Disamping itu, di bar itu banjak wanita-wanita, jang bisa disewa untuk berdansa.

Musik mengalun pelan Dilantai dansa beberapa pasangan sedang berdekap-dekapan Seorang pelaja.n membungkuk. Ia mengenakan pakaian seragam. Ramah sekali. Aku dipersilahkan kesebuah medja dlsudut. Agak kebelakang ada sebuah, kolam. Didalam air ada se buah lampu mcrah. Aku senang dapat tempat disitu.

Kupssan. minuman. Perasaanku masih djuga su sah Aku butuh hiburan. Aku ingin melupakan sega lanja. Aku ingin istirahat Letih otakku memikirkan masalah hidup jang se hari2 menghundjam dalam otakku Aku masih ber-pikir2, datang seorang wa nita. Tjantik djuga. Aku mengangguk. Iamembalas.

„Anda ingin dansa ?” tanjanja lembut

„Thanks ! silahkan dudak” aku menawar pa danja.

Ia duduk. Matanja menatap memandang pada ku Aku sadar tugasnja menghibur namun kutanja djuga :

„Mengapa anda memandang begitu ?”

Ia senjum. Rupanja wanita tjepat menangkap perasaan pr’a. Aku masih berpikir untuk ber-kata2 Tiba2 ia njeletuk :

„Tak perlu murung. Dunia ini luas. Segala persoalan bisa diselesaikan”.

Pelajan membawa segelas minuman. Wanita bar itu melirik.

Ketika gelas diletakkan diatas medja, aku me njela :

„Satu gelas lagi ”

„Baik tuan”. ia mengangguk,

Wanita itu memandang tadjarn, Aku sadar ia seorang wanita berpendidikan Melihat matanja. Melihat gerak geiiknja. Lantas aku bertanja ;

»,Mengapa kerdja disini ?”

^Ekonomi.’1 djawabnja tegas.

,;Kau temu terpeladjar.”

„Betul aku meninggalkan universitas karena soal ekonomi.”

Ia bertjerita. Tjerita jang melompat-lompat Tetapi aku bisa menarik kesimpulan lagi dia tidak gadis lagi. Wanita itu ”dimakan” seorang Play- boy jang tidak bertanggung djawab. Itu tidak men tljadi soal bagiku. filmbokepjepang.com Dunia ini memang penuh dengan kisah sedih Jang penting aku menganggap dia sebagai wanita jang berpendidikan. Otaknjatjerdas. Sedap bitjara dengannja, Suaranja halus. Pengeta- huannja luas Aku merasa terhibur

„Mari kita berdansa.” adjakku.

Musik mengalun. Membawakan irama sedih. Kami melantai. Seorang penjanji wanita mengu* mandangkan suara Seronok benar suaranja. Kata* katanja membikin aku terharu:

Biarkan aku pergi Usah lrgi menangis cialam hati Aku menjanji dikala sepi Asai djangan di tjegah kupergi

Demianlah kata-kata dalam lagu itu

Djam 12 malam aku pulang. Kota sudah sepi Djalan2 jang lenggang Lampu2 menjinari djalan. Di tempat2 gelap terlihat lampu minjak. Sekali2 terdengar lengking pelatjur. Aku bertanja pada diriku sendiri. Mungkinkah pelatjur itu bahagia ? Lebih mungkin mereka berduka Kalau begitu semua sama. Hidup ini penuh suka dan duka.

Rumah sudah sepi. Tante Nora. sudah tertidur Dengan sebuah kuntji kubuka pintu langsung, jang manudju keksmar. Aku lelah. Kubuka badju. Lalu sapatu.. Dan mslemparkan tubuhku diatas dipan.

Satu jam Iarmnja pikiranku menerawang Pe­rasaanku perasaanku tidak menentu. terbayang Tuti, tante nora, Anita dan wanita bar Kupedjam- kan mata, Kup’.ksa supaja diriku tidur. Sudah bcsan aku berpikir Baru mendjelang suhuh akan ter­lena . ….

Minggu pagi. Langit bersih. Matahari memancarkan lembut, Burung-burung terbang berkawan-kawan. Djarum djam menundjukkan angka tudju. Tante Nora baru sadja selesai mandi. Tubuhnja. terasa segar. Ia mengenakan sleck warna. merah tua. Ia bernjanji-njanji kejil Suaranja jang halus- dan merdu terdengar o!eh Hendia jang masih ber­ada dalam kamar. Lalu Tante Nora berdjalan djalan ditamaa. Dengan djari-djari jang halus itu dia memetik bunga-bunga. Berbagai matjam bunga Ada jang berwarna ungu merah, putih dan biru. Sekali kali dia melihat keatas Mataaja menata;» langit. Ia sedang menikmati panorama indah dipsgi minggu itu. Langit berw’arna biru. Awan borwarna. putih dan terletak terserak-serak. Kemudian ter­dengar suara burung2 bernjanji sambut menjambut Wadjah tante menajadi tjerah.

Aku masih ditempat tidur Mataku sudah ter buka tetapi aku enggaa bangkit Seaang sekali aku memeluk bantal guling Aku mendengar djuga kitjauan burung2. Sajup-sajup kudengar tante bernyanyi-njanji ketjil Aku tersenjum. Gembira se­kali Tan;e dibagi ini. Demikian pikirku.

Tante terus memetik bunga-bunga. Ia ber­keliling sekitar taman didepan ruma’n Kini tante sudah berada dekat djendela kamarku. Tante ingin memet.k bunga aster. Kudengar njanjiannja se­makin djelas. Kembali aku tersenjum Ada terasa aman dihatiku. Memang aku menjadari aku menjin- tainja Tjinta sebagai ibu, istri, sahabat dan penga­suh. Tante Nora berlaku semuanja. Pagi inipun Tante bertindak sebagai kekasihku. Tiba-tiba aku bangkit dan membuka djendela Tante berdiri tegak 3 meter didepanku

Suara tante terdengar lembut bertanja:

„Njenjak tidurmu?”

, Tidak tan.”

„Mengapa ?”

„Pusing.”

Tante tersenjum sadja Lalu berkata sebagai orang tua-tua:

„Djangan terlalu banjak berpikir. Hen. sebaik nja pergi mandi supaja badan terasa segar ”

Sesudah mandi kami duduk dimedja makan Kamiduduk berhadap-hadapan. Biasanja kami hanja- bitjara soal-soal jang enteng. Ja, soal-soal jang menjangkut pengalaman hidup sehari-hari. Pagi suasana pembitjaraan agak lain Tante jang mem­buka persoalan:

„Hendra. Tante merasa hubunganmu dengan Tuti tidak-sungguh2.”

Aku menunduk. Mataku kutudjukan k eluntai”

Kalimat-kalimat jang itu djuga diulangl tante Nora. Dia benar. Aku memang dalam keadaan bimbang senantiasa. Aku memang tidak bisa sungguh-sung guh. Tetapi tante hanja mengatakan hal seperti itu. Tante tidak pernah memberi djalan keluar atas per soalanku itu.

„Lantas apa jang harus kulakukan tante ?”

„Terserah padamu” djawabnja hambar

Aku kesal. Tante Nora tidak memberi djalafl keluarga sungguhpun aku sudah memohon. Puluhan tahun sikapnja tetap begitu, tidak berobah Aku di biarkan sadja untuk memetjahkan sendiri. Ia tidak, pernah melarangku untuk berpatjaran. Sungguhpun sebenarnja dari hati ketjilnja dia tidak setudju.

Ia membiarkan sadja aku berpatjaran. Tetapi dari hatinja dia tidak setudju. Aku bosan Bosan! Aku tidak ingin diam lagi. Aku harus bitjara te- rang-terangan. Aku tenang.

„Hubungan kita bagaimana, tante?’’

„Biasa, seperti biasa” djawabnja.

„Ach itu tidak mungkin’4

„Mengapa Hen ?”

„Lebih baik kita kawin sadja” udjarku

Tante Nora terkedjut Wadjahnja tidak berobah, Lalu mendjawab tenang :

„Sulit Hen, sebenarnja kita sudah suami isteri. Tetapi tante tidak, ingin mengekangmu. Taii te tjinta padamu Tapi tante tahu kau ma­sih muda: Patjaranlah ! Sebenarnja tante tjem buru tapi tidak mengapa, tante akaa selalu me nahan hati

Kemudian dia’meneguk kopi lalu menjambung : „Untuk kawin tidak mungkin karena surat wasiat ajahmu mcnjuruh aku mengasuhmu. Biarlah begini terus Hen tante, bahagia.”

Demikianlah pertjakapan kami pagi itu tanpa adanja penjelesaian.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts