Pengalaman Yang Menyenangkan

Namaku Yuni, kini umurku sdh 25 tahun, sekarang sdh bekerja sebagai seorang manager pada perusahaan ekspor dan impor. Seharusnya aku sdh berumah tangga, tp untuk saat ini aku belum menemukan pria yg sesuai dgn sesui dgn selera seksku yg menggebu-gebu. Aku merasa sdh bosan selalu berganti laki-laki. Aku sdh bosan menjadi budak nasfuku sendiri yg sulit dikendalikan. Aku ingin mengakhiri semua petualangan seksku. Ya… memang aku suka berganti laki-laki, tp aku pilih laki-laki yg menurutku sehat dan perkasa. Aku tdk pernah mengharapkan sesenpun uang dari laki-laki yg pernah aku singgahi, aku hanya butuh penyaluran hasratku.
Aku menjadi maniak seks, gara-gara aku mulai hubungan seks sejak masih usia dini. Orang yg pertama kali mengambil perawanku adalah teman ayahku sendiri. Orang itu namanya Jonet, kedengarannya memang kampungan, tp penampilan wajah dan postur tubuhnya yg gagah membuat setiap waYuni jatuh cinta. Postur tubuhnya tinggi besar ya sekitar 170 cm, wajahnya ganteng dihiasi kumis tipis melintang dibibirnya. Hidungnya mancung, tp tatapan matanya sangat menawan, dan terlebih lagi kelihatan berwibawa. Aaaaah…….ketika aku ingat sama om Jonet birahi sekku bangkit.

Sampai saat ini entah dimana kabarnya, entah dimana om Jonet berada. Sejak aku mengikuti orangtuaku pindah kedaerah asalnya di Sulawesi samasekali tdk pernah berhubungan dgn om Jonet. Dari om Jonet itulah aku yg pada saat itu masih berusia 13 tahun mengenal hubungan sek.
Aku mengenal om Jonet sejak berusia 5 tahun. Kebetulan waktu itu rumah kontrakan om Jonet bersebelaha dgn rumah kontrakan orangtuaku. Om Jonet berprofesi sebagai mekanik sepeda motor. Dari profesi itulah, maka bapakku sering minta tolong untuk menservis sepeda motor. Terkadang om Jonet datang kerumahku untuk sekedar memperbaiki sepeda motor, dia sama sekali tdk mau menerima ongkos sesenpun, hanya ongkos membeli onderdil saja. Katanya sih untuk nambah saudara diperantauan. Karena servis motornya sangat memuaskan, sehingga hubungan om Jonet dgn orangtuaku sangat akrab. Saking akrabnya, om Jonet menjadi leluasa bermain dirumahku.

Suatu ketika ibuku sedang sakit, sampai harus opname selama satu minggu dirumah sakit, bapakku sibuk bekerja, pulang kerja langsung kerumah sakit. Karena kondisi rumah sakit yg penuh sesak, aku tdk diijinkan oleh bapak ikut menunggu ibu. Bapakku minta om Jonet tolong menjaga aku dirumah dan mengantar aku sekolah di SMP. Dgn senang hati om Jonet memenuhi permintaan bapakku. Om Jonet sangat perhatian, dia tdk segan-segan meninggalkan pekerjaan hanya untuk menjemput aku pulang sekolah dan diajak mampir menjenguk ibu dirumah sakit. Dirumah om Jonet selalu menemani aku, bahkan selalu menyediakan makanan kesukaanku. Malam itu hujan turun sangat deras sekali diselingi tiupan-tiupan angin, cahaya petir berkilat-kilat masuk celah-celah kaca jendela, suaranya menggelegar.
Duaaaaaaaar…………gledung…………., pet…….listrik padam, rumahku menjadi gelap gulita.
“Om……om………aku takut………takut……om. Om Jonet dimana…….om……kesini…….aku takut banget.”
Aku menjerit keras ketakutan, sekujur tubuh gemetar, dari celana pendekku seperti ada air mengalir. Rupanya aku ketakutan sampai terkencing-kencing. Aku yg saat itu sedang tiduran dikamar, mencari om Jonet yg sedang istirahat diruang tengah.
“Yun……….Yun……..om disini.” Aku dengar langkah kaki om Jonet menuju kamar, karena gelap gulita akhirnya aku bertubrukan dgn om Jonet.

Oommm…… tanganku mendekap dada, susuku yg baru numbuh terasa pegal dan sakit ketambrak tubuh om Jonet. Beruntung dua tangannya segera merangkul tubuhku supaya tdk jatuh, aku dipeluk erat-erat. Tubuhku yg setinggi bahu om Jonet seakan tenggelam dalam pelukkannya.
“Yun……., kok aku mencium bau pesing.” Aku kaget, ternyata celana pendekku basah.
Untung keadaan rumah sedang gelap, jadinya om Jonet tdk melihat wajahku yg merah padam menahan rasa malu. Aku segera melepaskan diri dari dekapan om Jonet.
“Yun….., tunggu disini sebentar ya, aku mau ngambil senter.” Om Jonet mau melangkah, aku yg masih ketakutan segera berpegangan erat pada lengannya.

“Om……., ikut ya aku takut banget.” Sementara diluas hujan bercampur tiupan angin tambah deras, suara petir menggelegar duaar……..deeeeeeeeeer……memekakkan telinga.
Aku terus mengikuti langkah om Jonet mencari-cari senter.
“Yun….., tuh celanamu basah, sana ganti dulu. Nih senternya dibawah kekamar mandi.” Aku malu sekali ketika om Jonet melihat celana pendekku basah bau pesing lagi.
“Aku takut banget, temani ya om.” Aku menarik-narik tangannya, memaksanya kekamar mandi.
“Yun……ayo masuk……aku diluar saja.” Om Jonet masih terus berdiri didepan pintu kamar mandi, karena aku paksa akhir menemani aku didalam kamar mandi.

Ketika aku sedang melepas baju, tiba-tiba duaaaaaar……njegaaaaaaaar…….kembali suara petir menggelegar menyambar-nyambar. Saking takutnya aku kembali memeluk tubuh om Jonet, wajahku aku sembunyikan pada dadanya yg bidang. Senter yg dipegang om Jonet jatuh kelantai, tubuhnya yg aku peluk sekuat tenaga tdk bisa bergerak.
Aku hanya mendengar degup jantungnya yg tambah kenceng. Terpaksa pahaku yg tdk tertutup selembar kainpun tersentuh oleh telapak tangan om Jonet. Kembali kilatan pentir menyambar dan menggelegar, aku masih terus memeluk tubuhnya kuat-kuat, tdk mau lepas, aku takut sekali. Mengetahui aku masih ketakutan, tangan om Jonet pindah keatas memeluk tubuhku yg sdh telanjang bulat, buah dadaku yg baru seukuran bola tenes seperti tertekat perutnya. Rasa takukku mulai berkurang manakala tangan om Jonet mulai membelai bagian punggung.

“Yun………, nggak usah takut…..sana tubuhmu disiram air dulu. Aku nunggu diluar saja ya Yun.” Tangan om Jonet berusaha melepas dekapan tanganku.
Kemudian membungkuk mengambil senter yg tadi jatuh dilantai, otomatis om Jonet dapat melihat seluruh tubuhku yg masih telanjang bulat. Matanya seperti tdk berkedip ketika cahaya senter itu mengerah pada bagian dadaku yg sdh membusung. Saking takutnya, aku tdk menghiraukan rasa malu sedikitpun.

“Ya…..om, tp om nunggu didalam saja. Takut pentirnya nyambar lagi.” Aku berbalik membelakangi om Jonet, tubuhku aku siram air, tp bau pesing masih melekat pada bagian bawah tubuhku.
Meskipun dingin, terpaksa aku mandi lagi. Air mengguyur seluruh tubuhku, seluruh permukaan tubuhku aku bersihkan pakai sabun mandi. Sementara om Jonet yg masih menemani aku, mengarahkan cahaya senter keseluruh tubuhku yg tertutup buih-buih sabun. Aku cuek saja, aku santai saja, dua tanganku menggosok-gosokan sabun keseluruh tubuh. Aku terlonjak kaget ketika suara guntur kembali menggelegar keras seklai……duaaar………..duaaaaaaaaar……..glenduuuuuung. Rasanya seluruh isi kamar mandi bergetar hebat, sampai pintu kamar mandi braaak…tertutup oleh tiupan angin. Aku segera meloncat gemetar dan takut, tubuh om Jonet aku tubruk, aku peluk erat sampai pakaiannya basah oleh cipratan air dalam gayung yg masih aku pegang. Untuk kedua kalinya, terpaksa tangan om Jonet kembali memeluk tubuhku yg gemetar ketakutan.

“Om……..Yuni taku banget.” Wajahku menengadah, bibirku gemetaran.
Dan tanpa sengaja wajah om Jonet yg sedang menunduk saling bertemu, bibirnya menyentuh keningku. Aku terus memeluk erat tubuh om Jonet, sementara dua telapak tangannya yg terasa hanget mengusap-usap punggungku. Rupanya om Jonet berusaha menenangkan aku.
“Dah Yun…….lepasin tanganmu, bajuku jadi basah Yun…..” Bujukkan om Jonet tdk bisa mengurangi rasa takut pada suara petir yg terus menerus menggelegar.
Rasanya aku aman dalam dekapannya yg hangat, terpaksa dua tanganku menjepit sepasang tangan kekar om Jonet. Rupanya om Jonet gelgapan karena aku tdk mau lepas dari pelukkannya.
“Om…….aku takut………takut banget sama petir…….om peluk Yuni ya…” Wajahku masih menengadah, bibir tambah gemetaran sampai gigiku gemeletuk menahan rasa takut.

Tp tanpa diduga, bibirku bertemu dgn bibir om Jonet yg rupanya mau bicara. Suara om Jonet gelagepan, manakala bibirnya aku gigit kuat-kuat. Perlahan rasa takutku mulai hilang, tp kali ini seperti ada perasaan aneh yg menyelimuti diriku. Rasanya bibirku tdk mau lepas dari bibirnya yg tertahan oleh gigitan gigiku. Bibirnya terasa hangat, aku tdk tahu perasaan apa yg melanda diriku. Yg kutahu sekarang aku sdh mulai tenang, rasa takutku sdh hilang. Dan rasa aneh terus menjalar manakal bibir om Jonet berberak-gerak mau lepas dari gigitanku.
Gigitanku mulai longgar, tp bibirku seperti tdk mau lepas dari bibir om Jonet yg terasa hangat. Sementara itu dua telapak tanganya yg hangat membelai suluruh punggungku naik-turun. Aaaah……..aku melengus pendek ketika tangannya turun sampai bagian pantatku. Belaian tangannya terasa nyaman sekali, aku sendiri tdk tahu perasaanku saat itu ketika tangan om Jonet masih meraba-raba bagian belakang tubuhku. Yg aku tahu hanya semakin memperketat pelukanku. Yg aku tahu hanya semakin erat bibirku menyentuh bibir om Jonet yg terasa mulai kenyal seperti makan permen karet. Sampai suara petir menghilang om Jonet memaksa lepas bibirnya dari gigitanku.

“Yun…….kamu sdh tenag………jangan takut……..Yun.” Dua tangannya memegang pipiku, matanya menatapku, seperti menyakinkan aku supaya tdk takut lagi.
“Yun………sekarang kamu teruskan mandi ya……..tuh…….tdk ada suara petir lagi.” Kemudian tubuhku didorong dgn halus, tp kali ini karena suasan masih gelap dua telapak tangannya tanpa disengaja seperti nyenggol bagian dadaku yg sdh membusung.
Kembali perasaan aneh muncul lagi, buah dadaku tdk sakit, tp seperti ada rasa aneh pada dua susuku. Telapak tangan om Jonet rasanya hangat, seperti ada rasa geli. Aku yg masih tdk tahu perasaan itu hanya diam dan mendesah panjang……aaaah……..oooh. Tp perasaan itu hanya sebentar. Aku seperti kecewa ketika om Jonet melepaskan telapak tangannya dari permukaan kulit susuku yg membulat.
“Yun…….lepasin dong tanganmu, bajuku basah……dingin banget Yun.” Mesti ada rasa kecewa, terpaksa aku melepaskan tanganku dari tubuhnya.

Aku masih berdiri kaku, yg aku lihat om Jonet sedang ngambil senter dilantai, lalu digantung pada paku yg menempel ditembok.
“Lho…..kok kamu beluh mandi, tuh ditubuhmu masih banyak sabun yg nempel.” Jari tangan om Jonet menunjuk tubuhku yg hanya tertutup oleh busa sabun.
Kemudian om Jonet melepas baju dan celana yg basah. Aku yg waktu itu masih lugu dan tdk tahu perasaan yg melanda, hanya diam mematung sambil melihat om Jonet melepaskan baju ditengah keremangan lampu senter. Yg aku lihat kini hanya celana dalam coklat yg masih nempel pada bagian bawah perut om Jonet. Dari balik celana dalam om Jonet seperti ada benda panjang yg nonjol dan bergerak-gerak. Aku yg masih lugu sama sekali tdk tahu.

Ketika segayung air menggujur tubuhku barulah aku sadar, tp aku seperti tdk dapat berbuat apa-apa. Angan-anganku seperti melayar, rasanya bibirku masih hangat oleh sentuhan bibirnya. Dan tiba-tiba aku kaget ketika dinginnya air berulang kali mengguyur tubuh, rasa dingin sekali seperti bongkahan es.
Sementara diluar hujan masih turun deras, kali ini tiupan angin sdh berhenti, tp masih terdengar suara guntur yg menggemuruh. Kembali rasa takut yg tadi hilang muncul lagi, aku seperti tdk memperdulikan rasa malu, ketika om Jonet menguyur-guyurkan air menghilangkan sisa-sisa busa sabun yg mesih menempel.

Dan ketika om Jonet menyiram bian tubuhnya yg bau pesing akibat sisa air kencing yg masih nepel, suara petir itu menggelegar sangat keras……duar………gleger……….der…….glendung. Aku terlonjang kaget, segera mendekap erat tubuh om Jonet yg masih telanjang dari arah belakang. Gayung yg masih penuh dgn air terlepas dari tangannya. Sepertinya om Jonet kaget, apa karena petir atau pelukanku yg mendadak itu. Terpaksa tangan om Jonet turun karena pelukan tanganku.
Lagi-lagi kejadian tiu tdk disengaja ketika telapak tangannya seperti menyenggil bagian bawah perutku, dan yg satunya lagi menyentuh permukaan kulit pahaku. Rasa takutku pada suara petir semakin menjadi-jadi, dan aku semakin erat, tambah kuat tanganku memeluk tubuh om Jonet dari belakang. Kemudian yg aku rasa om Jonet membalikkan tubuhnya saling berhadapan. Petir itulah yg membuatku tambah ketakutan, aku tdk berani melihat kilatan-kilatan cahaya petir lewat celah-celah atap.

Aku segera menyembunyikan wajah pada dadanya om Jonet yg masih telanjang. Gigiku saling menggigit menahan rasa sakit sampai berbunyi gemeletuk. Bibirku juga gemetaran, sepertinya rasa takut itu tdk mau hilang. Malam itu rasanya aku tersiksa oleh rasa takut, sedangkan hujan dan petir seakan tdk mau berhenti. Meski demikian rasa aneh muncul lagi, dada bidang om Jonet rasanya seperti bertambah hangat. Aku semakin betah dan semakin kuat menyembunyikan wajahku dan tanpa sadar gigiku mengigitnya keras-keras. Yg aku dengar suara mengaduh menahan rasa sakit.
“Aduh…..aduh…….Yun sakit banget……lepasin gigitanmu……..dadaku sakit.” Aku hanya bisa mengurangi gigitanku, gigiku sama bibirku seperti tdk mau lepas dari dadanya.
Seperti ada perasaan lain yg muncul dalam jiwaku. Yg aku rasakan dadanya om Jonet tdk hanya hangat, seperti benda kenyal yg masuk dalam mulutku. Kemudian om Jonet mengeluh panjang.

“Uuuuuuh………..sest……..ses.” Aku yg masih polos tdk tahu apa yg sedang dirasakannya.
Yg aku tahu mulutku seperti tdk mau lepas dari benda kenyal yg nempel didadanya. Suasana malam yg gelap diringi deru air hujan dan gemuruh petir, membuat aku dan om Jonet tambah larut pada perasaan aneh itu. Yg aku tahu rasa aneh itu seperti berubah menjadi rasa nyaman. Lambat namun pasti, tdk disengaja aku mulai merasakan nikmat mengigit, mengecup ujung dada om Jonet.
“Uuh……..set…….auh……om.” Hanya jeritan kecil yg aku dengar keluar dari mulut om Jonet.
Sementara dua tangannya yg hanya memeluk tubuhku kini mulai mengusap-usap punggungku. Bagian perutnya seperti menekan kuat dua susuku yg tambah mengkal. Ujung bulu perutnya seperti mengusap lembut ujung pentil susuku, sentuhan itu semakin kuat. Sepertinya ada perasaan lain pada diriku kutika ujung pentilku tergesek-gesek lembut. Tanpa aku sadari mulutku yg menempel erat pada ujung dadanya om Jonet mulai mengeluh.

“Eeh…….uuh……uuuuuuuh.” Hanya suara itu yg keluar dari mulutku yg mesih mengigit, melumat ujung pentil om Jonet.
Dan belaian tangan om Jonet semakin menjadi-jadi, rasanya bongkahan pantatku seperti diraba, kadang diremah halus. Rasanya ada seperti ada benda panjang yg bergerak-gerak menempel diperutku. Benda itu seperti keras tp lunak, sepertinya benda aneh itu rasanya semakin hangat. Aku dan om Jonet yg semakin terbuai perasaan itu hanya saling melenguh bergantian, kadang suara lenguhan itu terdengar besama-sama.
Kini rasa aneh itu berubah menjadi nikat, ketika tangan Om Jonet mulai merasa bongkahan dadaku, ada rasa geli diujung pentilku namun sebentar berubah nikmat. Dan jiwaku seperti melayg, wajahku menengadah dan bibirku bertemu dgn bibirnya. Ya….aku sekarang sdh mulai menikmati lagi lumatan bibir. Tanganku tdk lagi memeluk tubuhnya, tp sekarang sdh melingkar pada leher om Jonet. Aku semakin kuat menggelantung pada lehernya, aku semakin kuat manarik tubuhnya. Tubuh om Jonet yg tinggi akhirnya melengkung, membungkuk mengimbangi tubuhku yg hanya setinggi bahunya. Kembali suara lenguhan-lenguhan terdengar bersamaan.

Perasaan nikmat itu kian menjadi-jadi, tatkala sepasang susuku digenggam dan kadang diremas lembut. Pada sisi lain aku merasa benda aneh yg ada dibawah perutnya mulai keluar dari celana dalamnya yg melorot sendiri karena basah. Benda itu seperti tegak mengacung, rasanya menekan halus pada kulit perutku. Aku menjadi penasaran pada benda panjang itu, dan tanganku lepas dari leher om Jonet. Tp sekarang turun mencari-cari benda itu. Tanganku seperti bergerak sendiri, seperti punya mata. Dan aku kaget benda itu rasanya bulat dan besar, telapak tanganku seperti tdk mampu menggem semuanya.
“Aaaah………uuuuh………Yun……..Yuni.” Om Jonet mengeluh sampai bibirnya lepas dari lumatanku.
Namun aku masih penasaran, meski benda itu sdh aku genggam kuat-kuat. Benda itu rasanya keras tp kenyal, telapak tanganku sepertinya senang memegangnya.
“Oooh…….., Om……..,” Hanya suara itu yg keluar dari mulutku, ketika jari om Jonet mulai mengusap pentilku bergantian, kadang dipilit lembut.

Putingku yg dulu masik melesak, sekarang seperti sdh mencuat. Rasanya geli bercampur nikmat, ketika jari-jari om Jonet memilin dua pentil bersama-sama. Kami sdh tdk menghiraukan lagi suasana gelap dan hujan. Yg aku rasakan kini hanya nikmat yg melanda sekujur tubuhku.
Kini tanganku mulai terbiasa menggengam benda miliknya om Jonet. Jari tanganku menelusuri sepanjang benda itu, dan ujungnya bentuknya aneh. Ujung benda itu seperti beda dgn ujung benda milik anak laki-laki yg masih kecil. Aku sering melihat milik anak kecil, tp bentuk ujung masih lancip. Kok ujung benda milik om Jonet seperti….aku hanya bertanya-tanya dalam hati. Sulit aku menebaknya seperti apa, tp yg jelas beda banget sama punya anak laki-laki yg sering aku lihat. Aku hanya menggesek-gesek, kadang jariku seperti nyenggol lubang yg ada pada ujungnya.
“Uuuuh………set…….sesst…..Yun…….oooh.” Hanya itu yg terdengar dari mulut om Jonet disamping kanan telingaku.
Aku semakin heran rasa nikmat itu semakin menjalar sekujur tubuhku. Apalagi ketika kuping telingaku dilimat, kadang dijilat-jilat.
“Ooooooh………..om………oooooooooh.” Aku hanya mampu mendesah, mengeluh nikmat.

Tangan kirinya mulai merambat turun meraba perut, turun lagi meraba pahaku bergantian. Sementara tangan kanan om Jonet merengkuh punggungku dan bibirnya turun lagi pada leherku yg dikecup-kecup. Dan rasa nikmat itu semakin lama semakin panjang. Bagian bawah perutku seperti nikmat banget diraba-raba.
“Aaaaaah……..” Aku melenguh lagi, ketika jari-jari om Jonet membelai bulu-bulu yg mulai tumbuh pada bagian kelaminku.
“Uuuuuuuuh………….aaahkkkkk………seet.” Bibirku mendesis panjang, rasanya enak banget sentuhan tangan dan jari itu pada bagian meqiku, meski kadang bercampur rasa geli.

Aku yg sdh dibuai rasa nikmat, sama sekali tdk protes, aku semakin senang ketika meqiku diusap-usap. Kini dua telapak tanganku saling menggam benda itu, ya aku pernah dengar kalau ibu-ibu bilang pada anak lelakinya yg masih kecil kalau mau pipis. Ya…….aku mulai tahu namanya. Benda bulat panjang miliknya om Jonet namanya penis. Aku tambah gemes, aku remas kuat-kuat penisnya om Jonet.
“Aaaahhhhh…….ouuuukkhhhh……..Yun…….Yun………terusin……..trus……….trus…….trusiiiiiiiii………siiiiiiin, enak banget Yun.” Kali ini om Jonet semakin meracau tak karuan.
Dan tiba-tiba seperti ada hentakan nikmat ketika jari oh Jonet memasuki belahan meqiku.
“Ooom………ooooom………kok kayak gini……………ooooom Yuni enak banget………..trus………..trus………..truuuuuuuuuuus.” Aku mengeluh panjang, dada oh Jonet aku gigit kuat-kuat.

Dan dari dalam perut seperti ada yg meledak-ledak, entah perasaan apa itu, yg kutahui hanya nikmat berkepanjangan dari meqiku. Dan jari itu seperti menyentil ujung meqi ditengah-tengah. Biji kacangku ditengah belahan meqi rasanya geli campur nikmat.
“Ooooooooh………..sssset……enak……….nik………..nik……..mat…….om.” Om Jonet tambah semangat menyentil kadang memilin biji meqiku.
Akhirnya seperti ada yg mau keluar dari lobang meqiku.
“Mmmmpphhhhh………okh………………ooh………nikmat…………trus……….trussssss………aku………..mau………pipis……om” Aku menjerit nikmat ketika dari lobang meqiku seperti croott…….croott……..croott……croott………crooooooootttt……….sluuuuuuuuuur.
Yg aku rasakan air pipis kali ini rasanya lain, tdk seperti biasa. Seperti basah tp meqiku lengket, kali ini aku tdk tahu entah air pipih apa. Yg jelas setelah pipis badanku seperti lemas tdk bertenaga. Meqi sama bijinya masih terasa nikmat oleh sentuhan tangan om Jonet. Dan saking nikmatnya aku jatuh terduduk dilantai sambil berpenggangan erat pada lehernya, om Jonet ikutan ambruk menimpa tubuhku.

Rupanya malam yg gelap ini memberi pengalaman pertama bagiku. Malam ini aku merasakan nikmatnya sentuhan lelaki dewasa. Tubuhku yg tdk bertenaga lagi seperti melayg dan terus melayg. Malam gelap yg ditimpa badai, seakan menambah geloraku. Kini badai itu melanda seluruh tubuhku dan tubuh om Jonet yg tambah panas membara. Rasanya aku tdk ingin badai itu segera berakhir, kini rasa takut hilang berganti senang. Aku senang ditengah badai itu, gelombangnya seperti mengayun-ayun seluruh gelora yg ada dalam setiap sendi-sendi tubuhku. Setiap hempasannya aku nikmati dgn segenap tubuhku.
Aku tdk ingin rasa nikmat itu hilang, aku mau lagi. Rasa nikmat itu tambah panjang ketika tangan kekar om Jonet menggendong tubuhku. Dua tangannya yg kuat mengangkat tubuhku pada bagian punggung dan lutut. Tanganku melingkar pada lehernya, susuku yg sebelah kanan terhimpit dada bidangnya. Ditengah temaramnya sinar lampu senter, om Jonet mulai melangkah sambil menggendongku. Setiap kali melangkap, dadanya menggesek ujung pentilku yg kini menjadi tegang dan keras. Kini ujung pentilku seperti keluar dari bongkahan susu, sepertinya sdh tegak.

Penis om Jonet mengganjal bagian bawah pantatku, kadang menggesek lembut pada setiap langkahnya. Om Jonet sama sekali tdk merasakan beratnya tubuhku yg kini sdh melayg. Dan yg paling menggelitik perasaanku adalah manakala dari lobang meqi seperti ada denyutan kuat. Terlebih biji meqiku sekarang seperti mencuat mau keluar dari sarangnya. Titik itu rasanya enak banget menggesek-gesek belahan pantatku. Dan tubuh melayg, lalu jatuh terhempas, yg kutahu kini sdh ada diatas kasur dalam kamar tidurku. Tubuh kami saling menindih, kadang bergulingan dan ciuman om Jonet merambat turun disekujur tubuhku.
Setiap jengkat tdk ada yg terlewatkan, ujung jempol kakiku rasanya geli campur nilmat. Ketika aku membuka mata yg kulihat dikeremangan malam om Jonet sedang mengulum ujung jempol. Lalu betisku dicium dikecup, ujung kumisnya yg tipis itu menyapu setiap pori-pori. Yg aku mampu hanya mendesah dan mendesah berulang kali. Kulit pahaku yg putih mulus tdk lepas dari hisapan bibirnya. Lalu aku menjerit dan menjerit manakala bibir itu singgap pada gundukan meqiku.

“Aaaaaaaaah………….uuhhhh…………uhuk……….uhuk.” Aku melengus nikmat dan nikmat.
Bibirku kadang meringis menahan rasa nikmat, kadang aku gigit kuat-kuat. Setiap jengkal meqiku disapu bersih, lidah itu seperti menjulur-julur menelusuri belahan meqiku. Pahaku aku pentangkan lebar-lebar, dua tangaanya meraih bongkahan susuku dan diremas lembut. Aku hanya mampu meringis dan menggeleng, pantatku aku angkat tinggi-tinggi seakan memberikan seluruh bongkahan meqiku.
“Oooooooooooom…..om………om………..om………..sssssettt……….settttttttt, meqiku diapain kok nik…..nikm……………..aaaaaaaaat ba…..bang……ngeeeeet.” Aku terus meracau tak karuan. Dan akupun menjerit lagi, tatkala lidahnya yg tajam mengait ujung biji meqi. “Aduh……..aduh……….oahk……..ehek………..bijiku…………….bij………ji meqiku diapain.” Lidah itu seperti tambah ganap menjilat lobangku, kadang bibirnya menelan habis semua biji meqi.

Kumis itu rasanya geli sekali setiap menyapu belahan meqiku. Pentilku tambah keras, kadang diusap, kadang dipilin, dipencet. Sementara bongkahan susuku tambah mengkal setiap kali remasan itu datang. Demi mendengar lenguhan nikmatku, om Jonet semakin semangat menjilat, kadang menghisap tdk peduli jepitan pahaku pada kepalanya. Dua tanganku menekan keras-keras kepala om Jonet, aku seperti tdk rela bibir dan lidahnya lepas dari bongkahan meqiku.
Pahaku semakin kuat menjepit kepalanya yg jatuh terjerembab dalam kubangan meqiku. Aku biarkan bibir dan lidah om Jonet menikmati setiap jengkal meqiku. Aku biarkan biji meqi digigit lembut. Jilatannya membuat aku melayg, setiap ujung sarafku seperti mau melepaskan seluruh isinya.

“Auuuukhhhhh………Auuh…………..heegghhh……….egh……..” Biji meqiku meledah ditelan habis, lalu seperti ada yg mau keluar dari ujung meqiku yg paling dalam.
Nafasku tidar beraturan, seperti ada yg melonjak-lonjak dalam perutku. Dan lalu aku seperti ada yg mengalir deras dari lobang meqi….cret……..cret………..slur…………slur……………sleeeeeeer………crut.
Kembali air itu lepas dari dalam rongga meqiku…..aku tekan kuat-kuat………sleeeeeer……………….sllluuuuuuuuuuurrrrrrrrrrr. Perasaanku sepertinya sdh lega.
“Aku puas………nikmat………oommm oooh enaaaaak banget. Awaaaaaas aku ma……….mauuuuuu pipis.” Mulutnya melekat kuat pada lobang meqiku seperti tdk mau lepas.
Aku sdh tdk tahan dan air meqiku keluar membasahi mulut om Jonet. Namun lagi-lagi lidah itu seperti menyapu seloroh lobang meqiku yg sdh sangat basah, lidah itu terus menjilat-jilat setipa air meqiku tanpa sisa. Perasaanku ini sdh lega, jepitan pahaku sdh longgar. Aku angkat kuat-kuat kepala om Jonet…..lalu plop…..plop…….plok…….mulutnya lepas dari bibir meqiku.

“Ooom……maafin Yuni ya…….tadi ngencingi mulut om, maafin aku ya ooom.” Sekarang om Jonet merangkak diatas tubuhku. Tubuhku ditindih didekap erat.
“Yuni……….kamu jangan bilang seperti itu, oom seneng sekali sama air meqimu, rasanya gurih banget.”
“Itu kencing kan jijik om. Ih om Jonet air kencing kon dijilat, apa nggak jijik om.” Aku mencubit pinggangnya gemak.
“Aduh sakit…….sakit…….lepasin Yun, kok kamu nakal sih.” Om Jonet meringis kesakitan wajahnya yg ganteng keliatan tambah lucu.
“Abis om Jonet yg nakal duluan. Masak meqi Yuni dijilat-jilat, apa nggak bau.” Kembali tanganku membelai kepalanya dgn mesra.
“Bau meqimu enak banget, seger lagi.” Dari arah bawah titik om Jonet menggesek-gesek belahan meqiku yg mulai lebar.
Ujung titik itu sepertinya tajam sekali menyentuh, menekan biji meqiku.

“Om Jonet mulai ngawur lagi” Om Jonet diam saja, kini bongkahan susuku jadi sasaran empuk mulutnya. Susuku ditelan habis, ujung lidah itu kembali menjilat pentilku. Satu tangannya kadang yg kiri, kadang yg kanan meremas susuki bergantian. Gesekan bulu perutnya, menambah nikat. Aku hanya diam pasram menerima setiap kenikmatan dari om Jonet. Kenikmatan itu membuat aku lupa diri, sampai tdk menyadari titik om Jonet membuka belahan meqi perawanku. Berkali-kali ujung penis itu gagal, mungkin saking licinnya meqiku sering terpeleset. Yg aku rasakan penis itu tambah besar saja memenuhi belahan meqiku yg terbelah dua. Lobang meqiku berdenyut-denyut rasanya pengin menghisap kuat-kuat penis om Jonet. Tangan kiri menjang penis itu, aku tuntun menemukan lobang meqiku yg masih sempit.
“Oommm………masuk sini………” Penis itu menurut, ujungnya mulai masuk, tp lobang seperti tertusuk, seperti tersayat.
“Aduh……..adu………pelan-pelan………..perih……..sakit……….sakit banget.” Aku merintih-rintih, bibirku meringis menahan sakitnya tusukan titik. Om Jonet menurunkan pantatnya, ujung titik itu menekan masuk bles……bles…

“Sakit………perih banget………..uukh……ukhh…….meqiku sakit.” Aku menangis merasakan sakitnya diperawani penis gede.
Om Jonet menunduk bibirku dilumat-lumat bergantian dgn pentil susuku. Rasa nikmat kembali hadir dalam tubuhku, aku mulai melupakan rasa sakit pada lobang meqiku yg sdh robek. Dan penis itu meski perlahan masuk lagi bles……..berhenti, lalu……..bles…….diam lagi seakan memberi kesempatan pada meqiku menerima kehadiran penisnya yg keras dan besar lagi. Rasa sakit berangsur hilang, ada sedikit rasa nikmat yg datang dari denyutan penis itu. Dan setelah lobang meqiku tambah lebar, maka penis itu…….blus…….blus masuk lagi meski baru separoh.
“Ahk…….ahak……….ahak………uuuuuh, perih………….prih………nikmat.” Aku masih marasa ada rasa perih campur nikmat.
Kembali penis itu berdenyut-deyut supaya lobang meqiku tambah lebar. Om Jonet sabar sekali mempermainkan lobang meqiku yg masih perawan.

“Yun………meqimu………..akh…….enak.” Om Jonet menindih tubuhku, sementara penis diam lagi dalam lobang meqiku.
Kembali mulutnya melumat ujung pentilku yg makin gatel. Lumatan, gigitannya membuat aku tambah mabuk kepayg, aku sodorkan dua bongkahan susuku, aku biarkan om Jonet menyusu. Aku mulai seneng menyusui laki-laki. Om Jonet seperti anak kecil, dia rakus sekali menyusu padaku. Rasa perih dalam meqiku kini sdh hilang, lobangku semakin lebar. Meski baru separo penis om Jonet seakan memenuhi seluruh lobangku. Denyutan penisnya seperti mengaduk-aduk lobang meqiku. Aah, penis itu mulai menusuk lagi semakin dalam……bles…..bles……bles…….bleseeeek. Bret…….breeeeet, aku menjerit sakit.
“Auuuuuuuuuh…….ehek…….uh……uh…..ehek, sakit banget………..meqiku sakit banget. Om jahat banget……” Aku menangis merintih-rintih. Meqiku seperti mau sobek, meqiu seperti tertusuk sedalam-dalamnya.
Meqiku seperti mau pecah.

“Yun…………sakit……..ya, sebentar lagi hilang. Yuni………meqimu enak banget………” Om Jonet yg masih menindih tubuhku menghiburku, tangannya mengusap air mataku, lalu dikecup mesra keningku.
Kecupan pindah kemataku, pindah lagi kepipiku bergantian.
“Yun……makasih………..aku sayang banget sama kamu.” Penisnya yg sdh masuk semua diam kembali, aku mencoba kehadiran penis itu. Dan aku bisa, aku bisa menikmati hadirnya penis itu dalam meqiku. Tanganku memeluk erat-erat punggungnya.
“Om……..om sayang nggak sama Yuni.”

“Ya jelas dong……..om sayang banget sama kamu Yun, apalagi perawanmu sdh aku ambil.”
“Om………sekarang Yuni sdh tdk perawan lagi. Om…….mau tanggung jawab sama aku ya.” Aku terus merajuk-rajuk.
“Yun kamu tdk menyesal aku perawani.” Aku hanya menggeleng. “Kamu ikhlas, peranwanmu aku ambil” aku hanya mengangguk setuju. Om Jonet memelukku erat banget sambil berbisik “Kamu mau aku tanggungjawab kayak apa Yun.”
Matanya metatap wajahku, aku membalas tatapannya yg seperti meyakinkan aku.
“Yuni penging om bertanggung jawab sebagai suami.” Mendengar jawabanku om Jonet hanya mengangguk setuju.
“Ya……….Yuni, aku tanggung jawab.” Sebagai balasannya aku semakin memperketat pelukan.
Sekarang batinku sdh tenang. Rasa sakit dalam meqiku sdh hilang, aku tambah sayang.
“Mas…….ambillah tubuhku………nikmati meqiku, pelan-pelan ya……….”

Mas Jonet mulai lagi menusuk-nusuk meqiku. Meski pelan-pelan rasanya nikmat sekali. Tusukan penisnya tambah mantap sampai aku merem melek merasakan nikmat. Meqimu terus berdenyut setiap kali menerima tusuk penis itu, aku hisap kuat-kuat, bibirmu meqiku seakan-akan menggigit setiap jengkal botong penisnya.
“Yun meqimu……….Yun………….meqimu buat aku. Yuuuuunnniiiiiii nikmattt banget…..”
Kini meqiku sdh terbiasa menerima tusukan penis, tambah lebar saja, air pejuhku makin deras mengalir memperlancar tusukan penis itu keluar masuk semakin lancar.

“Uh……..ah………uh……..aaaah…………terus mas………….trrrus………..yg kenceng mas.” Penis itu terus menusuk-nusuk meqiku. Batangnya menggesek-gesek ujung itil yg ikut-ikutan keluar dari sarangnya.
Tanganku berpegangan erat-erat meremas sprei kasur, menahan nikmat derasnya tusukan demi tusukan penis mas Jonet. Aku pejamkan mataku kuat-kuat menahan nikmat penis mas Jonet dimeqiku yg sdh banjir. Sementara dari atas tubuhku, nampak mas Jonet semakin semangat memompa penisnya keluar-masuk dalam meqiku. Bibirnya menyeringai menahan nikmat setiap kali meqiku berdenyut-denyut.
“Yuni…….Yuni………oooooh……Yun……….kamu enak banget. mee………..mee………meqimuooooh………uuuuh enak banget. It……..it……i……i….iiitiiiilmuuuuuuuu aahk Yun.” Mas Jonet terus mendesak nikmat.
Aku balas tusukkan penisnya, kadang dua kakiku yg melingkar dipinggang aku tahan. Penis mas Jonet amblas semua dalam meqiku, aku hisap kuat-kuat dgn denyutan bibir meqiku yg sdh sangat merekah. Penis besar terasa mengganjal sekali, lobang seperti penuh terisi oleh batang penisnya yg besar dan panjang. Dari dalam lobang meqi, ujung penis itu aku kait-kati sama unjung meqiku yg paling dalam. Sementara keringatnya keluar menetes-netes, aku dan mas Jonet terengah-engah mengejar kanikmatan birahi.
“Mas…….oooh………mas……..enak banget………kon……..ko……ntolmu panjang banget.”
“Yun……..lobang meqimu……………..uuuuuhkkuakh………sempit banget……….njepit banget.”
“Mas…………tusuk……….gen……..jot……..aku…….akk…….uuuuu mau keluar, trus…………yg banter……..genjot………….mas……………meqikku…………….kellll……………..kluar………..akh…..ahak……uuuuh……” Dari tubang meqiku seperti ada yg mengalir deras…….terasa seperti cret…….cret….cret..cret……….creeeeeeeeeeeeetttttttttttt. “Aaaaaaaaaaakh aku keluar mas.” Meqiku berdenyut-denyut kuat sekali.
“Yun………ta……….aku tdk tahan……oukh………aaahkkkk.”

Tubuh mas Jonet ambruk menimpaku. Dan dari dalam lubang penis menyembur air banyak sekali, sler…….slerrrrr……..sleerrrr…..creeettt….creeettt…….creeettt…..creeeeeeettt. Air pejuh itu aku hisap kuat-kuat, aku telan semuanya masuk dalam rahimku sedalam-dalamnya. Aku simpan air pejuh itu agar bercampur dgn benihku sendiri. Rasa nikmat sekali pertama kali meqiku waktu pertama kali minum pejuh yg kental dan hangat sekali. Akhirnya tuntas sdh kenikmatan persetubuhannku yg pertama kali. Aku coba lihat meqiku sendiri, ternyata sdh bengkak, ada tetesan darah perawanku. Rasanya meqimu seperti njador banget.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts