Teman kostku yang baru

CERITA SEX GAY,,,,,,
Sore itu sepulang aku dari tempatku kerja sekitar pukul 17.00, biasanya rumah tempat aku kost pasti dalam keadaan sepi, karena memang aku yang biasanya pulang paling awal dari antara kawan-kawan yang kost disitu. Sedangkan jumlah kamar yang ada berjumlah tujuh, lima kamar ditempati oleh lima orang yang sudah berstatus karyawan, satu lagi ditempati oleh seorang mahasiswa yang biasanya kalau sore pasti pergi nglayap entah kemana dan ada satu kamar lagi yang kosong. Akan tetapi ketika aku datang terdengar suara berisik yang tidak sebagaimana mestinya, kudengar seperti ada suara orang diatas (kebetulan semua kamar ada dilantai dua sedangkan yang dibawah dipakai sebagai garasi untuk tempat motor). Aku jadi bertanya-tanya dalam hati, “Siapa yaa pulang duluan, koq tumben ada yang nduluin aku pulang”

Tanpa kuhiraukan aku langsung aja naik kelantai dua, dan ketika sampai diujung tangga, aku jadi heran. Yang biasanya kamar paling pojok itu selalu terkunci rapat-rapat karena memang tidak ada penghuninya, tapi sore ini pintunya terbuka walaupun tidak seluruhnya. Dan aku jadi bertanya-tanya, “Apakah ada penghuni baru, yaa”

Akhirnya kakiku membawanya kekamar paling pojok dan langsung aja kubuka tanpa kuketuk terlebih dahulu, ternyata disana ada dua orang pemuda yang sedang bercakap-cakap, dan dia tersenyum sambil memperkenalkan namanya.

“Sore Mas, saya Arie dari Blitar dan ini teman saya Agus, kami lagi PKL disini selama kurang lebih dua bulan”
“Oh, yaa, saya Surya” jawabku.

Dan aku segera balik menuju kekamarku yang arahnya berlawanan dengan kamarnya, kayaknya perkenalan kita sore itu tidak ada kesan apa-apa, sampai akhirnya waktu berjalan dua minggu dan memang kami jarang ketemu. Karena kadang aku pulang agak malam dan kadang juga ada tugas keluar kota selama seminggu, sampai pada suatu sore ketika yang lainnya belum datang dan hanya ada Arie seorang diri yang sedang duduk dikursi ruang tamu sambil merokok lalu katanya,

“Baru pulang yaa, Mas”
“Ya,” jawabku, “Lho koq kamu sendirian, mana temanmu yang dulu itu”
“Oh dia nggak kerasan disini, terus dia pindah kost ketempat lain,” jawabnya.

Memang antara Arie dan Agus kalau aku boleh memilih, aku lebih memilih si Arie karena dia berkulit kuning bersih dan tubuh yang sedang untuk anak seumurnya walaupun tidak terlalu tinggi dan tampan, akan tetapi lebih simpatik bila dibandingkan dengan Agus yang kelihatannya sangar itu.

Yang biasanya kalau datang langsung menuju kekamarku, kali ini kusempatkan memarkir bokongku dikursi sebelahnya, dan kami akhirnya ngobrol, dan aku terus terang lebih banyak bertanya tentang sekolahnya, tentang PKL-nya, dimana PKL-lnya dan sebagainya. Dan tanpa sengaja mataku merosot keselakangannya dan kulihat lonjoran panjang ke arah bawah kepaha sebelah kanan didalam celana jeans warna biru yang dikenakannya. Akan tetapi aku belum berani bertindak lebih jauh lagi, hanya dalam hati aku bertanya-tanya, “Gede benar tuh penisnya, walaupun orangnya kecil” gerutuku dalam hati aku aku juga menduga kalau dia pasti nggak pakai celdal.

Sejak obrolan sore hari itu, rupanya si Arie sudah mulai nggak sungkan lagi sama aku, hal itu terlihat dengan datangnya dia menghampiri kamarku dan melongok kamarku sampai aku berkata, “Ayo masuk aja. Nggak usah sungkan-sungkan”
Dan kemudian dia masuk dan terus duduk dipojok kamarku sambil nonton TV, dan dia juga mulai bertanya-tanya, “Mas punya CD player yaa?” dan memang didalam kamarku ada seperangkat CD player dengan salonnya dan juga TV.

“Ya, kenapa?”
“Punya filem bagus nggak, Mas?”
“Filem apa?” lanjutku, “Yang ada yang ditumpukan dimeja itu, ya kamu lihat sendiri ajalah” jawabku sekenanya, memang diantar tumpukan itu ada beberapa CD filem biru yang hetero, jadi aku pura-pura cuek aja dan kudengar lagi suaranya.
“Nah, Mas ini pasti bagus yaa”
“Mau diputer sekarang,” jawabku.
“Ah nggak Mas, aku malu dan sungkan sama Mas”
“Enggak pa-pa”
“Ya deh, boleh yaa Mas muter film sekarang”
“Ya, biar kamu nggak sungkan setelah ini aku mau keluar kamar dulu, mau cari makan, kamu nonton sendiri aja yaa”

Setelah kutinggal selama kurang lebih setengah jam lamanya dan aku kembali kekamarku, masih kulihat dia sedang serius nonton filem itu dengan duduk dibawah sambil kakinya disilangkan sehingga tidak kelihatan apakah dia on berat. Tidak ada tanda-tandanya dia salah tingkah atau malu lagi, tapi sorot matanya melekat tertuju kelayar gelas yang ada di kamarku, sampai akhirnya dua CD telah habis diputarnya dan baru usai sekitar jam 23.00, lalu dia mohon pamit mau tidur.

Walaupun sebetulnya tangan ini sudah gatal ingin menyentuh sesuatu yang kenyal dipangkuannya itu, tapi aku masih bisa menahan diri untuk tidak cepat-cepat memulainya karena aku harus bisa membaca situasi, apakah dia mau kalau dipegang dan berbagai pertanyaan berkecamuk dalam otakku sampai tanpa sadar tanganku mengelus-elus penisku yang sudah mulai ngaceng sambil membayangkan punya si Arie yang kelihatan gede itu dan terus kukocok sampai aku mencapai klimaksnya dan akhirnya malam itu aku tertidur pulas dengan rasa penasaran yang belum terjawab.

Beberapa hari dia tidak kelihatan batang hidungnya, sampai pada suatu sore dia melongok kekamarku lagi dan bertanya, “Mas, punya filem yang lain nggak?”
Lalu kujawab, “Ada tuh, aku barusan pinjam di rental” dan sejenak dia melihatnya, karena sudah ada beberapa kawanku yang datang akhirnya dia berkata, “Nggak enak Mas, sama teman-teman”
“Gimana kalau nontonnya nanti malam aja setelah semua tidur”
Gila benar nih anak, mau menantang atau memang sengaja ngasih kesempatan buat aku.
“Oke, nanti jam berapa?” tanyaku balik.
“Jam 01.00 malam setelah acara filem di TV selesai” katanya.
“Ok, aku tunggu yaa”

Semula dia kuanggap hanya bercanda, bayangkan jam 01.00 dini hari bisa bangun dari tidur itu sudah merupakan suatu keajaiban bagiku, apalagi kalau tertidur pulas.

Tanpa kuduga sama sekali, pada waktu tengah malam aku mendengar pintu kamarmu ada yang mengetuk dengan pelan, kukira aku sedang bermimpi. Lalu kudengarkan dengan seksama dan kudengar ketukan yang kedua, akhirnya aku bangun dan kubuka pintu kamarku dan tanpa berkata sepatah katapun si Arie langsung menyelinap ke dalam kamarku dan langsung duduk diatas tempat tidurku dan akupun sudah ngerti dengan maksudnya yaitu pengin nonton filem biru lagi.

Setelah CD pertama aku puter dia masih diam aja tanpe ekspresi sama sekali masih seperti beberapa hari yang lalu yaitu dengan mata terpaku pada layar TV, karena hari sudah malam dan sepi lagi dan dia kalau ngomongpun setengah berbisik karena takut mengganggu penghuni kamar lain. Maka kuberanikan tangan untuk menyentuh tonjolan dipangkuannya karena gaya duduknya masih tetap seperti kemarin yaitu dengan menekuk kakinya dan disilangkan sambil kedua tangannya memeluk lututnya, jadi barangnya tidak kelihatan sama sekali. Tapi aku mendapatkan reaksi yang tak terduga yaitu tanganku ditepiskannya dengan kerasnya sehingga aku terdiam dan akhirnya aku mebalikan badanku untuk melanjutkan tidurku dan akupun terlelap untuk beberapa waktu lamanya sampai kudengar dia mematikan lampu kamarku dan aku terbangun karena terkejut, aku bertanya pada Arie.

“Ada apa koq lampunya dimatikan?”
“Biar asyik kayak nonton dibioskop,” jawabnya.

Setelah itu kulihat posisi duduknya yang semula dengan kukuh menyimpan barangnya dengan ketat, sekarang kulihat duduknya mulai dengan menyelonjorkan kakinya dan Woww kulihat pisang ambonnya membentuk tenda biru (karena dia pakai celana jeans warna biru) dibawah perutnya yang tidak bisa disembunyikan lagi.

Akhirnya kuberanikan diri untuk menyentuhnya lagi, dan kali ini dia menepiskan tangkanku tapi tidak sekeras tadi dan kuulangi lagi dengan pijatan dibatangya dan dia kelihatan mulai menyerah karena kulihat dia sedang on berat dan rupanya dia merasakan ada sesuatu yang mesti dikeluarkan dari pada dia blingsatan sendiri.

Setelah kuremas-remas untuk beberapa saat akhirnya tanganku mulai mencari pegangan ritsleting celananya dan segera kuturunkan dengan pelan-pelan sekali dan sampai akhirnya menyembul sebuah benda bulat pejal yang paling kusukai, dan ternyata benar dia nggak pernah pakai celana dalam. Jadi ketika ritsleting terbukan sampai kebawah langsung mendongak keluar kepala penisnya yang bukan main gedenya. Kuelus-elus terus dan kuraba-raba sampai akhirnya terdengar suaranya

“Mas, penisku locoen, aku wis enggak kuat nih” katanya.

Dan ini merupakan kesempatan yang tidak kusia-siakan lagi karena memang ini yang menjadi harapanku, akan tetapi sampai sejauh itu aku masih belum melakukan oral sex padanya dan hal seperti ini sampai terulang tiga kali Arie mengetuk kamarku menjelang dini hari, dan ketiga-tiganya dia mendapatkan kepuasan cukup hanya ku loco saja, tidak lebih dari itu

Sampai akhirnya datang kesempatan keempat dia mengetuk kamarku dan kali ini aku sudah mulai berani karena dia ternyata bisa dipertanggung jawabkan yaitu selama didalam pergaulan sehari-hari dihadapan teman-teman satu kost lainnya aku dan dia cuek-cuek saja seolah-olah nggak ada hubungan khusus dan hal itu yang memang kuinginkan untuk menutupi hubungan istimewaku dengan Arie. Dan kalau kita lagi ngobrol bersama dengan teman-teman satu kost, kadang kulihat tatapan matanya yang mengandung sejuta makna yang ditujukan padaku dan hanya saja yang mengerti akan arti tatapan matanya itu. Pada kesempatan keempat itu setelah kuelus-elus, kukocok dan akhirnya aku segera melumat kepala penisnya yang gede itu yang sudah sejak beberapa hari yang lalu aku inginkan.

Dan terdengar desisnya “Aduh Mas, enak Mas”
“Terus Mas, oohh”
“Lebih cepat lagi Mas, oouuhh”

Sampai akhirnya kurasakan kejutan didalam rongga mulutku, hangat, asin dan berbau khas pejuh yang sedap itu, dan kutelan semuanya sampai tuntas. Kemudian dia pamit mau balik kekamarnya lagi untuk tidur dan ketika aku selesai menutup pintu kamarku kulirik jam yang ada diatas meja menunjukkan pul 02.30 dini hari. Berarti dia ada didalam kamarku kurang lebih satu jam setengah.

Seperti biasanya pagi itu kita ketemu dengan cuek-cuekan aja seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Dalam hati aku bangga juga dengan sandiwaranya yang lumayan itu. Sampai beberapa hari kemudian pada tengah malam dia mengetuk pintu kamarku lagi dan seperti biasanya ketika pintu kubuka dia langsung menyelinap masuk. Akan tetapi kali ini lain, sepertinya ada sesuatu yang perlu disampaikan kepadaku. Tidak berapa lama kemudian dia berkata

“Mas, aku disini tinggal dua hari lagi, karena PKL-ku sudah selesai dan harus balik lagi kebangku sekolah”

Kebetulan hari itu hari Jum’at malam menjelang Sabtu pagi dan biasanya hari Sabtu aku mesti pulang kerumah asalku sehingga praktis hari Sabtu dan Minggu nggak bakalan ketemua sama dia sedangkan dia akan balik kekotanya nanti hari Senin.

Karena dia sudah pamit bahwa dia akan balik lagi kekotanya, maka malam itu aku ingin memberikan suatu surprise buatnya, seperti biasanya setelah kulorot celana panjangnya yang tanpa celana dalam itu dan kutelentangkan dia diatas tempat tidurku dan mulai kucumbu dengan jilatan-jilatanku pada daerah-daerah yang sensitif. Kumasuk keluarkan penisnya yang memang lebih besar dari punyaku dan aku masih terus melakukan aktivitas itu sambil tanganku meraba lotion yang ada disamping tempat tidurku, kuambil sedikit lotion dan kuoleskan dilobangku tanpa sepengetahuan dia yang sedang keenakan menikmati emotanku pada penisnya.

Sambil menghisap penisnya, jari-jari tanganku juga berusaha untuk melemaskan otot-otot pada lubangku agar kalau pada waktu penetrasi tidak terlalu sakit, mulanya satu jariku masuk sampai lancar, kemudian dua jari dan akhirnya tiga jari sekaligus yang kumasukkan dalam lobangku sampai aku merasa siap untuk melakukannya. Kemudian kulepaskan hisapanku pada penisnya dan aku bergerak ke arahnya dan langsung duduk tepat diatas penisnya yang sudah ngaceng berat itu kemudian perlahan-lahan kumasukkan penisnya dalam lobangku, dan sempat kulirik Arie meringis nggak tahu karena kesakitan atau karena keenakan, tapi tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Kemudian kugoyangkan pantatku naik turun sampai tidak berapa lama kudengar rintihnya

“Aduh Mas, enak Mas, terus Mas, tambah cepet lagi”
“Aaahh, aduh Mas aku mau keluar nih” lanjutnya

Dan makin kupercepat gerakan naik turunnya pantatku sampai kurasakan penisnya berkejut-kejut dalam lobangku dan kudiamkan sejenak sambil dia merasakan sisa-sisa kenikmatannya. Setelah semuanya berakhir, sekarang ganti aku yang terangsang berat dengan ulahku tadi, kemudian kudekap dia dan kubisikan didekat telinganya

“Boleh aku melakukan seperti ini pada kamu”

Dia tidak menjawab, tapi hanya mengangguk dengan matanya yang masih tetap sayu. Setelah mendapat ijin darinya, maka tidak kusia-siakan kesempatan ini. Aku mulai mengambil lotion yang tergeletak dikasur dan mulai melakukan kegiatan dengan membasahi sekitar lobangnya dengan lotion yang kemudian kuelus-elus sambil sesekali jari tengahku menusuk lobangnya, karena aku tahu dia masih perawan dan belum pernah melakukan hubungan yang seperti ini akhirnya dia hanya bisa diam dan pasrah saja dengan apa yang kulakukan pada malam menjelang pagi itu.

Sampai aku merasakan bahwa dia sudah siap untuk dimasuki, maka segera kuangkat kedua belah kakinya ke atas pundakku dan dengan perlahan kumasukkan penisku kelobangnya, pada saat kepala penisku masuk, kurasakan jepitan yang begitu kuat sehingga aku keenakan dan kudengar jeritnya

“Aduh, Mas.. Sakit”

Lalau aku berhenti sejenak agar otot lobangnya dapat menyesuaikan diri, setelah beberapa saat kudorong lagi sampai separuhnya dan..

“Ahh, sakit sekali Mas”

Aku diam lagi beberapa saat dan kutunggu reaksinya sampai ototnya terasa agak renggang lalu kodorong lagi penisku sampai sepenuhnya dan kemudian aku berhenti lagi sampai beberapa saat. Setelah itu baru aku melakukan gerakan masuk keluar didalam lobangnya yang terasa begitu sempit dan membawa kenikmatan tersendiri buatku, tidak berapa lama kemudian akhirnya kulepaskan hasratku didalam lobangnya dan akupun tersungkur diatas badannya yang tersengal-sengal itu, nggak tahu karena keenakan atau kesakitan tapi rasanya semuanya sudah impas dengan score 1:1 pada saat itu.

Ketika hari Senin sore aku pulang kerja kulihat kamar pojok dalam keadaan terkunci dan aku tahu bahwa Arie sudah tidak ada disana lagi dan ketika aku bertemu dengan teman-teman yang lainnya.

“Mas, tadi pagi Arie pamitan, pulang ke Blitar”
“Karena Mas Surya belum datang dia titip salam nggak bisa pamitan langsung sama Mas Surya,” katanya.
“Oh yaa, enggak pa-pa” jawabku sambil tersenyum, dalam hati aku berkata
“Dia sudah pamit dengan caraku sendiri yang lebih berkesan”

Dan aku sampai sekarangpun belum mengetahui apakah Arie itu termasuk gay atau bukan karena tidak seperti teman-temanku gay yang lainnya yang selalu take and give dalam segalanya diatas ranjang.

Tamat ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts